Minggu, 20 Juni 2010

DOA UNTUK ANAK PUNK


Hi guys,

Kalau tidak kenal maka kita tidak sayang, bukan? Pada saat ini saya (Dave Broos) ingin membagikan info mengenai anak-anak punk, mengapa kita perlu berdoa bagi mereka. Saya sebagai salah satu pelayan Tuhan yang dipanggil untuk melayani kaum seperti ini hendak membagikan hal ini hingga doa kita lebih spesifik. Kita tidak sembarangan berlari atau sembarangan memukul tetapi berdoa dengan tepat pada sasaran sebab sudah diperlengkapi dengan informasi.
BEBERAPA waktu lalu, media televisi kita menayangkan mengenai keberadaan punk di Indonesia. Menarik. Cuma, sayang, yang ditampilkan masih sangat terbatas pada fashion dan musiknya. Mungkin karena keterbatasan waktu atau, memang itulah yang paling menarik untuk ditampilkan. Cuma, apa betul kalau punk itu only fashion and
music (hanya tentang cara berpakaia dan musik)?
Dalam kamus bahasa Indonesia, punk diartikan sebagai anak muda yang masih "hijau", tidak berpengalaman, atau tidak berarti. Bahkan diartikan juga sebagai orang yang ceroboh, sembrono, dan ugal-ugalan. Istilah tersebut sebetulnya kurang menggambarkan makna punk secara keseluruhan.
Dalam "Philosophy of Punk", Craig O'Hara (1999) menyebut tiga definisi punk. Pertama, punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Kedua, punk sebagai keberanian memberontak dan melakukan perubahan. Terakhir, punk sebagai bentuk perlawanan yang "hebat" karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri.
Definisi pertama adalah definisi yang paling umum digambarkan oleh media. Tapi justru yang paling tidak akurat karena hanya menggambarkan kesannya saja.
Sebagai sebuah subkultur, punk muncul di Amerika akhir tahun 1960-an atau awal tahun 1970-an dan muncul di Inggris pertengahan tahun 1970-an. Kemunculannya di Inggris diawali dengan berkembangnya berbagai kebudayaan khas kelas pekerja sebelumnya seperti Mods dan Rockers (pertengahan tahun 1960-an), Glamrock dan Glitter (awal tahun 1970- an) sampai akhirnya Punk (pertengahan tahun 1970-an). Punk sebagai
suatu pergerakan baru nampak pada akhir tahun 1970-an.
Kalau di Indonesia punk muncul sebagai sebuah imitasi, di negara leluhurnya, punk merupakan respon terhadap situasi (pengangguran, kondisi sosial) saat itu. Keberadaan mereka nampak menonjol di pusat-pusat pertokoan dan pusat interaksi sosial lainnya. Grup musik pengusungnya berkembang di pub-pub. Di Inggris, mereka biasa berkumpul di sebuah toko di sudut King's Road, London yang dikenal dengan sebutan "World's End". Toko itu bernama SEX yang merupakan wujud perlawanan terhadap standar nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Dan, rasanya kurang klop kalau bicara tentang punk tanpa menyebut The Sex Pistols. Grup punk rock ini tampil cukup mengejutkan. Lagunya, God Save The Queen (lagu kebangsaan yang mereka gubah) dan Anarchy In The UK yang antikeluarga kerajaan dan menginginkan kebebasan sangat berpengaruh terhadap kaum remaja saat itu. Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas punk mulai memproduksi newsletter dan fanzine sendiri. "Sniffin Glue" adalah fanzine pertama yang mencapai penjualan tertinggi dan paling terinspirasi dengan filosofi Do-It-Yourself (Hebdige, 1976).
DIY memang memberikan kontribusi yang besar bagi gerakan punk berikutnya dan banyak diadaptasi oleh komunitas punk di seluruh dunia termasuk Indonesia. Anarkisme juga sangat lekat dalam gerakan punk. Band pertama yang serius dengan paham ini adalah Crass.
Menurut mereka anarki melambangkan keinginan individu untuk hidup dan bebas menentukan pilihan tapi tetap menjaga kepercayaan dan toleransi. So guys no one is more qualified than you are to decide what your life will be. Keep punk alive.*** (Jadi saudara-saudaraku tidak ada seorangpun yang lebih berkualifikasi daripada dirimu sendiri untuk memutuskan seperti apa dirimu jadinya. Biarlah punk tetap hidup).
Anak punk juga butuh Yesus bahkan tidak sedikit yang cinta Tuhan tetapi anti gereja karena mereka dimusuhi hanya "gara2 penampilan".
Kita bisa memaklumi orang Jawa menggunakan blankon, kita bisa memaklumi ibu yang menggunakan baju kebaya, menilik gereja di pedalaman Papua orang beribadah menggunakan koteka bukanlah sesuatu yang tabu, dstnya..dstnya. Lebih jauh lagi kita juga mempelajari latar belakang budaya suatu suku dan coba menyampaikan berita Injil dalam cara komunikasi yang paling mudah untuk diterima oleh “suatu suku tersebut” hingga kita melihat berdirinya gereja-gereja berciri kesukuan atau pada masa kini gereja yang terbuka pada berbagai suku, ras dan golongan. Tetapi ketika kaum subkultur (punk, gothic, skaters, bikers,dll) hendak masuk gereja, banyak yang mengalami penolakan.
Kerinduan kami anak-anak subkultur dapat diterima sebagai anak Tuhan sebagaimana adanya oleh anak-anak Tuhan lainnya dan hal yang kedua kerinduan kami melihat sebuah komunitas yang dapat mengakomodasi mereka beribadah tanpa suatu penghakiman.
Saya mendorong rekan-rekan seiman untuk mulai berdoa syafaat untuk mereka juga.

Ps. Dave Broos
http://shaddowcross.blogspot.com

Sabtu, 19 Juni 2010

SEBUAH SURAT DARI KAUM TERBUANG


Dear Saudara-saudariku seiman,

Hai ini Dave Broos, kami sekeluarga baru pindah ke kota Kembang, Bandung. Hati kami
sekeluarga mendapatkan panggilan untuk melayani kaum subkultur/underground, yang selama ini mungkin belum tersentuh oleh gereja pada umumnya. Bagi anda yang belum mengerti orang jenis apa yang hendak secara spesifik kami layani diantaranya adalah kaum punk, gothic, skaters, bikers, anak-anak geng, orang-orang jalanan, dll. Setelah 19 tahun kami melayani di gereja mainstream, kami merasakan panggilan Tuhan bagi kaum yang selama ini terpinggirkan.
Dan sangat sulit untuk membawa mereka ke gereja pada umumnya, saat saya berdoa bagi mereka, saya merasakan bahwa kini saatnya bukan membawa mereka ke gereja tetapi membawa gereja kepada mereka. Ada banyak orang yang merindukan Kristus namun mereka enggan pergi ke gereja pada umumnya sebab merasa berdosa, tidak layak, terasing dan dicurigai karena penampilan mereka yang berbeda.
Saya teringat sebuah pengalaman di tahun 1992 ketika saya melayani di sebuah gereja sebagai seorang full-timer dan seorang pelacur pelabuhan masuk. Pandangan sinis dengan penuh kecurigaan terbersit dari tatapan para jemaat dan bahkan para pelayan Tuhan, tidak ada orang yang mau menyapa atau duduk bersebelahan dengannya. Ketika
saya berbicara pada para rekan full-timer yang wanita untuk menemani dan membimbing pelacur itu, mereka pun enggan mendekati dan takut apa nanti kata jemaat lainnya. Hingga akhirnya saya mendatangi dan menyapa pelacur itu, duduk di sebelahnya dan menyambut kedatangannya. Sesaat tampak kekakuan dan tembok pertahanannya
mencair ketika ada seorang yang datang dan menyambutnya dalam kasih Kristus yang tulus. Bukankah Kristus pun disebut sahabat orang berdosa? (Matius 11:14)
Di dalam pelayanan saya beberapa tahun ini , saya melihat bagaimana pemabuk, narapidana, pelacur jalanan, wanita panggilan kelas atas, dll datang pada Kristus ketika kita membuka diri, menerima mereka apa adanya di dalam kasih Kristus, tanpa menghakimi mereka dan pada waktu Tuhan, mereka datang pada Tuhan dalam pertobatan tanpa manipulasi atau intimidasi emosi, sebuah pertobatan sejati yang membuat sebuah hidup diubahkan.
Saat ini kami melangkah dengan iman memasuki pelayanan yang baru, banyak orang yang mempertanyakan buat apa kami melayani orang-orang yang aneh itu. Ini sebagian contoh dari komentar beberapa rekan tercinta : "Mereka hanya akan menjadi sumber masalah dan beban bagi kalian sekeluarga". "Ada lagi yang mengatakan apa timbal baliknya? Mereka tidak akan dapat menghidupi keluargamu malah nanti menyulitkan kamu." "Jangan sok jadi pahlawan!" "Kamu terlalu idealis, nanti susah sendiri hidupmu." "Pelayananmu itu tidak popular, tidak akan ada orang yang mau mendukungmu, kecuali yang sama anehnya dengan dirimu." "You are alone, man." Apapun yang dikatakan mereka, saya tahu bahwa semuanya diucapkan karena mereka mengasihi kami sekeluarga, namun itu tidak akan menghentikan kami untuk melakukan apa yang Tuhan taruhkan di dalam hati ini.
Ada pun tujuan saya menuliskan surat ini adalah untuk share dengan saudara-saudaraku seiman, pertama-tama mungkin bila ada teman-teman yang sudah terjun dalam pelayanan subkultur dapat berbagi cerita/pengalaman pelayanan sebab selama ini saya hanya memiliki teman-teman dari luar negeri yang memang sudah terjun dalam pelayanan jenis ini, yang tentunya secara kultural sedikit berbeda dengan subkultur di Indonesia.
Selain itu hal yang kedua kami juga tengah mempersiapkan sebuah program "street ministry" sebagai contoh dimana kami merencanakan hendak membagi-bagikan pakaian bekas yang masih layak pakai, makanan & minuman yang sehat bagi para gelandangan dan pengobatan gratis secara periodik, sebagai sarana untuk menjembatani "friendship
evangelism". Jadi kami akan sangat senang bila saat ini dapat memiliki teman-teman yang mungkin terbeban mendukungnya. Dan bila ada ide-ide lainnya kami akan sangat senang mendengarkannya.
Hal yang ketiga, saya juga akan senang sekali bila ada rekan-rekan musisi Kristen (dalam jenis musik underground, hiphop, rock,punk,dll) atau artis Kristen (DJ, dancer, pemain drama dll) yang punya hati untuk menjangkau anak-anak subkultur. Saya sangat ingin berkenalan dengan anda atau mungkin ada saudara atau teman, saya akan sangat bersyukur bila dapat berkenalan.
Hal yang keempat, di dalam memulai pelayanan ini saya tidak memiliki sponsor dari gereja ataupun organisasi apa pun, maka kami memutuskan untuk mencoba sebuah self support ministry atau menjadi "tentmaker" seperti Paulus, bekerja membuat tenda untuk mencukupi pelayanannya sendiri (Kis 18:3). Kami ingin bergerak di dalam penjualan pakaian atau clothing, bagi saudara-saudara seiman yang memiliki usaha sejenis itu (distro umpamanya), saya sedang memikirkan bila kita dapat menjadi rekanan. Atau bila ada saudara-saudara seiman lain yang memiliki masukan-masukan, kami sangat terbuka untuk mendengarkannya. 19 tahun terakhir ini saya full time di dunia pelayanan, jadi tentunya saya juga harus banyak belajar dari anda yang mungkin punya pengalaman lebih banyak di dunia entrepreneurship.
Ok, sampai di sini dulu isi surat saya, hambaNya bagi kaum yang
terbuang. God bless you.

Dave Broos
081330135643
davebroos@yahoo.co.uk
http://shaddowcross.blogspot.com

Surat dari Dunia Jalanan


Dear Friends and family in Christ,

Thank's untuk semua saudara seiman yang sudah memberikan respon pada apa yang sedang kami lakukan saat ini. Kami sangat membutuhkan saudara-saudara seiman sebagai pendoa dan sahabat bagi kami. Melakukan perintisan pelayanan atau gereja bagi para anak subkultur bukanlah hal yang mudah oleh sebab itu kami perlu anda sebagai pendukung kami di dalam doa dan juga teman untuk saling berbagi di dalam suka
maupun duka.

Sebuah kisah apa yang terjadi di jalanan hendak saya coba untuk bagikan ; Seorang anak jalanan yang sudah hampir dua puluh tahun hidup di jalan menuturkan pengalamannya pergi dari rumah. Katanya waktu kecil ia banyak ngeluyur dibanding sekolah, lebih banyak bermain dari pada belajar. Akibatnya, teman-temannya sudah naik ke kelas tiga ia masih saja duduk dibangku kelas satu. Buat sebagian anak pergi ke sekolah tidaklah selalu berarti pengalaman yang menyenangkan. Seorang anak lain N bila mengingat sekolah maka yang muncul adalah gurunya yang galak dan tubuhnya yang menjadi sasaran sabetan. Katanya:
Waktu saya sekolah saya digebugin karena di sekolah saya goblog. Di bawa ke kantor karena.sering nonton TV lalu disuruh membaca di papan tulis tidak bisa. Di sabet badanku. Pak guru saya galak. Lalu saya keluar kelas tiga.

Keadaan murid-murid bermasalah seperti itu biasanya dilaporkan oleh guru kepada orang tua murid. Laporan itu bisa menjadi penyulut kemarahan orang tua. Seperti yang dituturkan H:
Pak guru saya sering datang menemui orang tua saya menceritakan keadaan saya. Saya dimarahi bapak tidak hanya dengan suara tetapi juga digebugi pakai sapu lidi sampai merah kaki saya.

Berbagai penyuluhan, berita TV dan radio secara bertubi-tubi telah mengajar para orang tua memlaui pembatinan bahwa anak yang baik adalah anak sekolahan. Karena itu wajar saja bila guru tidak mampu lagi mendidik anaknya, maka orang tualah yang akan meng(H)ajar anaknya. Hasilnya seperti H dan N lari meninggalkan rumah.

Ketika pertama kali hadir di jalan, seorang anak menjadi anonim. Ia tidak mengenal dan dikenal oleh siapapun. Selain itu juga ada perasan kuatir bila orang lain mengetahui siapa dirinya. Tidaklah mengherankan bila strategi yang kemudian digunakan adalah dengan
mengganti nama. Hampir semua anak yang saya kenal mengganti nama.
Hal ini dilakukan untuk menjaga jarak dengan masa lalunya sekaligus masuk dalam masa kekiniannya.

Anak-anak mulai memasuki dunia jalanan dengan nama barunya. Anak- anak yang berasal dari daerah pedesaan menggganti dengan nama-nama yang dianggap sebagai nama "modern" yang diambil dari bintang sinotren atau yang yang biasa didengarnya misalnya dengan nama Andi, Roy dan semacamnya. Seorang anak yang bernama Mohammad kemudian mengganti namanya menjadi Roni. Alasan yang diberikan karena
Mohammad adalah nama nabi. Nama itu tidak cocok dengan kehidupan di jalan. Karena yang dilakukan di jalan banyak tindakan haram.
Proses penggantian sebutan itu dengan sendirinya menunjukkan bahwa ia bukan sekedar pergantian panggilan saja tetapi juga sebagai sarana menanggalkan masa lalunya. Artinya ia dalah bagian dari proses untuk memasuki satu dunia (tafsir) baru. Sebuah kehidupan
yang merupakan konstruksi dari pengalaman sehari-hari di jalan.

Kami mendedikasikan diri untuk menjangkau orang yang terbuang dan anak-anak malam hingga merekapun dapat tinggal " dibawah bayang- bayang salib"(The shadow of the cross) alias mengenal Kristus.

Bagi mereka yang telah menjadi bagian dari kaum subkultur selama bertahun tahun lamanya dan lalu telah keluar dari sana menjadi seorang Kristen….menjadi seorang Kristen namun tetap berada dalam budaya subkultur nampak mustahil untuk dilakukan tanpa bersinggungan dengan otoritas dan ikatan kegelapan yang ada dalam "Lembah
Kekelaman". Ada begitu BANYAK hal yang mengikat kaum subkultur yang HARUS dipatahkan dengan mulai melayani Kristus. Kehidupan kita harus selaras dengan Firman Tuhan, atau kita akan hidup terus menerus di dalam ikatan itu sendiri, bagi seorang Kristen apa yang tidak mempermuliakan Tuhan, itu berasal dari kedagingan.

Ada beberapa contoh hal atau ajaran yang mempengaruhi pola pikir dan tindak tanduk orang kebanyakan tanpa mereka sadari dari berbagai media yang tersedia yang sehari-hari mereka lihat, dengar dan baca seperti :

New Age, Neo-paganism (penyembahan berhala modern), Vampirism, Druidism ( agama kuno di daratan Eropa sebelum kekristenan masuk), Necromancy (ramalan), Hawa Nafsu, Homoseksual, Seks yang tak wajar (sekalipun dalam pernikahan), Seks (di luar pernikahan), Pembunuhan, Mengejek, Bunuh diri, Narkoba, Mabuk-mabukan, Melukai diri sendiri, Wicca (sebuah bidat penyembah berhala), Paganism, Witchcraft (ilmu
sihir), kemarahan, kebencian, anarkisme, aborsi dll. Hal ini semua bertentangan dengan kehendak Tuhan. SEMUA INI HARUS DISERAHKAN DAN DIPATAHKAN DENGAN MELAYANI (MENGHAMBAKAN DIRI) PADA TUHAN DENGAN
SEGENAP HATI KITA. Seorang yang sungguh-sungguh merupakan pengikut Tuhan tidak melakukan semua hal itu.

Seringkali kami mengekspresikan diri persekutuan kami dalam bentuk jemaat mula-mula, sebuah warisan yang sangat memperkaya iman kami.
Dari seni sampai pada musik, dari penyembahan sampai pada doa, kami memiliki sejarah yang memberikan sebuah inspirasi bagi generasi yang baru untuk datang padaNya secara apa adanya dan be simple. Kami lebih menekankan pada hubungan kekeluargaan, pemuridan dan "be the church", dalam praktik gereja yang kami rintis di dalam Tuhan.

Kami sangat antusias membina hubungan dengan semua saudara seiman yang "care" (peduli) dengan menyelesaikan tugas Amanat Agung, terimakasih atas dukungannya, support melalui kata-kata motivasi dan share suka duka pelayanan di jalanan atau pun perihal keprihatinan kondisi gereja saat ini. Kami sadar kami tidak dapat berbuat apa-apa tanpa dukungan dari seluruh rekan saudara seiman di blog ini. God bless you, all.

Ps. Dave Broos
davebroos@yahoo.co.uk
081330135643
http://shaddowcross.blogspot.com

Minggu, 06 Juni 2010

Freedom to Act Against Ourselves


Freedom to Act Against Ourselves by Robert Ricciardelli
Father is increasingly bringing His government upon the earth to quicken mankind towards His image and intentions. It is time to assess and discuss the complex aspect of human behavior from a Kingdom perspective. I pray we ask the Lord often to reveal to us what needs to be known - that which may be hidden, and help us to receive it, and implement it in our lives for His glory.

The Gospel of the Kingdom is the redemptive manner in which God intends for His Will to be accomplished in the earth. This, in itself, should alert us to the misappropriation of prevailing messages of the “preparing us for heaven” gospel. Yes thankfully heaven is in the mix, but the place called heaven is for later while the work of spreading heaven on earth is present and ongoing.

This Kingdom is more than the redemptive act accomplished in the Person of Christ, resulting in our going to heaven. We are thankful for redemption, but we cannot remain stuck there, waiting on Him or heaven, while all the while, He is waiting on us. He has empowered us with His Spirit and therefore the power of heaven is within us. No more hanging on for Jesus to return when He is hanging out with us to occupy until He comes.

The sheer weight of the word Kingdom carries governmental connotation, which lovingly demands a behavioral response from us. Christ presented and demonstrated a “Father pleasing” life that is beyond doctrine and rituals. There must be a response to the declarations of, “The Kingdom of God, is at hand, and The Kingdom of God is within you, and I hear the echoes of Apostle Paul’s cry of laboring until Christ becomes fully formed in us.

New Birth beyond the “heaven and hell” destination
Most of us have read the Bible with the lens of being born again and going to heaven as the final prize. And then collecting many more into our buildings to sing “I’ll fly away”, while expecting the world to “fry away” anytime soon. Being born of the Spirit has always been only the entrance into the Kingdom of God, which is the living realm of being Spirit filled attractors of His heavenly essence upon the earth. The end game of heaven for each of us will come, but now while we are here, we bring the power and presence of God through our natural lives. This season for us is just getting started, and the first step is to begin to shed our religious ways, that many times distracts us. Darkness in each of us needs to exposed and expelled so that more of His light and nature can flow from us.

The new birth represents the coming out of darkness and being reborn into the Kingdom sphere of Agape and Light. When this occurs, I am empowered with Kingdom understanding, and am free to act against myself or the nature of self.

The new birth is Father’s insemination of His eternal seed to each person who receives and embraces Christ.

John 1:12 But to all who believed him and accepted him, he gave the right to become children of God.

It communicates the essence of the New Creation by restoring to me eternal Life, and being raised up in the form of His Agape. This means that anyone who belongs to Christ has become a new person. The old life is gone; a new life has begun! This is indeed, that which was taken from us in the transgression of Man and now restored to us in the Last “Son of Man”. As His children we once again have the “God in us” potential to be human as God intended. His Life, given to me is that which enables me to act against myself, since my life is not my own, and since now I have chosen to live as a Father pleaser.

God is Love and Christ appeared as Love Incarnate for the sole purpose or rather, the specific purpose of being the one that could and did act against Himself. This He did for the single purpose of bringing in a new creation, one that is capable of acting against self in order to live as Him for the world. His life showed the way and His death and resurrection secured the way for all of us.

That purpose is stated in Heb 8:10: I come to do Thy will, O God. This, of course, is restated in the encounter at Gethsemane: Not my will, but Yours be done. We can now see the manner in which Father intends for His will to be accomplished on the earth through us who also say, “Father, not my will, but yours be done in my life.” Becoming incarnate ambassadors of God’s nature, which is Agape love, is His will for us.

The activated ingredients of His nature are present and revealed through His children. Many have said a prayer without revelation and the actuality of becoming an empowered follower Jesus and His ways. As Christ is becoming fully formed in us through becoming disciples of His way, truth, and life, His nature will increasingly and supernaturally be revealed. Living a life that Father intends for each of us is the evidence of the power of God within us. This is not works based on anything but an outward flow of His agape nature in us. Religion has rules to follow that create a form of godliness, but it falls far short of His power, His glory, and cannot be sustained.

So we live under His governance and His Kingdom government has no end. Nations will continue to rise and fall, but His Kingdom will continue to come while His people rise up as Kingdomized servants who carry the hope for humanity. These are exciting times, as the opportunity to present everlasting hope has never been better. We have the freedom through Christ to put down our nature, and living in His nature. There is no greater measurement to our daily living than how much we love our Father, and love others. You have come a long way baby, so have I, and we got a long way to go. But He is with us, and the gates of he shall not prevail against us, or His Eternal Kingdom.