Antara Problematika dan Stigmatisasi Anak Jalanan
Oleh: Sodiq Permana
PERKEMBANGAN sosial budaya Perkembangan sosial budaya,
politik, ekonomi, teknologi, serta pertumbuhan
penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak
langsung, telah mempengaruhi tatanan nilai dan budaya
suatu bangsa. Secara material arus pertumbuhan dan
perkembangan tersebut seolah-olah berjalan dengan
mulus dan menjadi kebanggaan suatu bangsa. Kenyatanan
sebenarnya telah terjadi kesenjangan yang sangat
mencolok. Disuatu sisi terdapat banyak bangunan megah
dan mewah tetapi disisi lain dalam kehidupan
masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang
sangat memprihatinkan yakni dengan munculnya kehidupan
anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan,
dikeramaian lalulintas yang tidak memperhatikan
keselamatan dirinya. Perbedaan yang sangat menonjol
pembangunan secara fisik tidak diimbangi dengan
pembangunan moral bangsa akan berakibat rusaknya
fundamen tatanan kehidupan di dalam masyarakat itu
sendiri. Pendidikan di lintas sektoral perlu
ditingkatkan guna mengangkat citra bangsa di dunia
Internasional bahwa kebangkitan suatu bangsa ditandai
dengan pedulinya masyarakat terhadap kehidupan anak
jalanan.
Jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan
pesat dalam beberapa tahun belakangan. Krisis ekonomi
yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap
peningkatan jumlah ini walaupun bukan satu-satunya
faktor pencipta anak-anak jalanan tetapi kondisi
ekonomi terus menerus memburuk dengan tingginya
tingkat inflasi sehingga menyebabkan daya tahan
komunitas masyarakat, terutama anak-anak menjadi
korban pergolakan kehidupan yang kejam. Anak yang
seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain dan
belajar, sekarang malah berada atau bahkan tinggal di
jalan, maka terbayangkah kehidupan yang mereka jalani?
Sepintas penglihatan kita ketika bertemu di jalanan,
kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan di perempatan
jalan misalnya, sudah mengandung beragam resiko
seperti rawan akan kecelakaan atau resiko terkena
penyakit akibat kerapkali menghirup racun-racun
kendaraan bermotor.
Menelusuri lebih jauh menyaksikan kehidupan malam
mereka di taman kota, pasar, gedung-gedung kosong,
emperan toko, mereka bisa terlelap tanpa alas. Bahaya
apa yang membayang-bayangi? Terlebih bila anak
perempuan juga dijumpai di sana? Beranjak lebih dalam
berintegrasi dengan mereka, akan kita ketahui
bagaimana pola hubungan antar mereka, dengan
orang-orang jalanan, dengan masyarakat umum, aparat
negara, Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia jalanan
adalah dunia yang penuh dengan kekerasan dan
eksploitasi. Pertarungan demi pertarungan selalu
berakhir dengan kekalahan tanpa ada kemenangan dari
pihak manapun. Namun ini terus saja berlangsung.
Seorang dewasa-pun belum tentu mampu mengarunginya
dengan baik. Apalagi bagi anak-anak! Sekarang
terbayangkah posisi mereka?
Anak jalanan adalah bagian dari warga bangsa untuk itu
perlu perlindungan, karena keberadaan anak-anak
tersebut bukan dari kemauannya akan tetapi disebabkan
oleh kondisi yang disebabkan kehidupan ekonomi orang
tuanya yang tidak cukup untuk kehidupan keluarganya,
sebagai jaminan kelangsungan hidupnya negara harus
membantu mengentaskan kemiskinan sesuai pada bunyi
pasal 34 menjelaskan bahwa "Fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar dipelihara oleh Negara " serta
seperangkat kebijakan lain seperti Peraturan
Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan
Kesejahteraan Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4,
Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi dalam
prakteknya teori hanyalah teori tak akan ada perubahan
jika perangkat hukum tersebut tidak direalisasikan.
Contoh dari sektor pendidikan yang merupakan sektor
yang paling krusial, anak jalanan yang seharusnya
menghabiskan waktu mereka untuk belajar di sekolah
harus merasa "minder" melihat teman-teman sebaya
mereka pergi sekolah. Padahal pendidikan di usia
anak-anak merupakan kegiatan yang diharapkan oleh
semua orang tua, bangsa maupun negara sebagaimana
tercantum dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945
yang menjelaskan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran". Belum lagi masalah kekerasan
yang sering terjadi terhadap anak jalanan, terutama
anak perempuan yang rentan terhadap eksploitasi seperti
pelecehan sexual, pornografi, pemerkosaan, Porstitusi,
etc.
Tantangan terbesar dari upaya agar berbagai pihak
perduli dengan anak jalanan adalah Stigmatisasi.
Pandangan dominan masih memvonis Anak jalanan sebagai
"anak liar", "kotor" "biang keributan", dan "pelaku
kriminal". Adanya stigmatisasi ini tentu saja akan
melahirkan tindakan-tindakan yang penuh prasangka dan
cenderung akan mengesahkan jalan kekerasan di dalam
menghadapi anak jalanan. Seandainya-pun terjadi
berbagai bentuk kekerasan yang keji dan tidak
manusiawi atau sampai menghilangkan nyawa, peristiwa
tersebut belum tentu menjadi kegelisahan dan
menggelitik hati nurani publik. Atau bisa jadi ada
pihak yang justru mensyukuri dan menilai bahwa
peristiwa tersebut memang layak diterima oleh
anak-anak jalanan.
Perlunya penggalangan sosial swadaya pendidikan guna
menanggulangi perkembangan populasi kehidupan anak
jalanan yang kian hari makin bertambah. Dilingkungan
masyarakat ekonomi ke bawah pada umumnya melibatkan
anak-anaknya untuk hidup di jalanan kondisi ini sangat
memprihatinkan bila tidak diperhatikan nantinya banyak
menimbulkan permasalahan baru, karena anak jalan
seharusnya menjadi beban sosial khususnya bagi
pemerintah. Pandangan hidup dikemudian hari bagi anak
jalanan tidak jelas keberadaannya baik dalam segi
status sosial anak itu sendiri. Banyaknya komunitas dikelompok masyarakat mampu dan berpendidikan dan
kelompok selibritis kurang peduli dengan kehadiran
anak jalanan berpotensial rawan.
Usia anak adalah usia pendidikan dan usia belajar dan
bermain, perlunya kasih sayang dan perhatian dalam
kehidupannya, anak jalanan merupakan bagian dari
masyarakat atau warga negara juga mempunyai hak yang
sama dengan anak-anak lainnya, mereka anak jalanan
berhak mendapat hak atas pendidikan dan kesejahteraan
untuk hidup layak sebagai anggota masyarakat maka
janganlah sia-siakan mereka, mari kita bantu mereka
dengan segala upaya agar bangsa ini terlepas dari
cengkraman kebodohan dan kemiskinan.
Penulis: Pengurus LPP Lingkar Ilmiah Studi
Mahasiswa [LISMA UNTAN]. Mahasiswa Fak. Ekonomi UNTAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar