"Panggilan untuk Indonesia"
Dengan didukung oleh keyakinan yang teguh dan doa yang sungguh-sungguh, Jaffray mendapat penglihatan dan nubuat
yang membuatnya semakin antusias menghadapi pelayanan. Kali ini, ia
ingin mewujudkan mimpinya, secara khusus panggilannya untuk Pasifik
bagian Selatan. Sudah lama timbul di hatinya untuk melihat daerah ini,
tetapi belum bisa tercapai. Kali ini, ia begitu yakin bahwa Tuhan sedang
membawanya untuk daerah Pasifik. Itu sebabnya, sementara menunggu saat
yang tepat untuk menuju ke Pasifik, Jaffray berdoa dan mempelajari peta,
atlas, dan setiap sumber informasi lain yang bisa ditemukannya. Ia
selalu meluangkan waktu untuk berkunjung ke kantor perusahaan pelayaran
untuk memperoleh informasi dan bercakap-cakap dengan para pelaut tua
yang sudah berpengalaman yang mengerti betul tentang Hindia Timur.
Setelah
yakin akan panggilan Tuhan dan memperoleh banyak informasi mengenai
daerah yang dimaksud, maka pada Januari 1928 Jaffray meninggalkan
Tiongkok. Ia berlayar dari Hongkong menuju Selatan, ke kepulauan
Pasifik. Ia tiba di daerah Sandakan, Kalimantan, jajahan Inggris, tetapi
ia tidak mau menetap di daerah ini karena sudah ada utusan misi lain
yang bekerja di sini.
Jaffray,
kemudian bergerak menuju ke Selatan dan tiba di Kalimantan, jajahan
Belanda. Kemudian, dari tempat ini Jaffray menuju Balikpapan. Meski ada
berbagai suku di sini -- Melayu, Jawa,
Bugis, Tionghoa, Arab, India, dan Dayak -- tetapi hanya satu orang
keturunan Tionghoa yang ia jumpai, yang pernah mendengar tentang Yesus,
itu pun tidak mendalam. Akan tetapi, Jaffray enggan menetap di daerah
ini. Dalam pikirannya, hanya ada dua tempat yang sangat menyentuh
hatinya, yaitu Makassar dan Surabaya. Meskipun ada 20 kota pelabuhan di sepanjang pantai Timur Kalimantan, tetapi menurut catatan Jaffray, belum ada saksi Kristus di sana. Ia berjanji bahwa dalam waktu yang tidak lama akan ada saksi Kristus di tempat itu.
Tampaknya Indonesia mulai menjadi sasaran prioritas misi dari C and MA (Christian and Missionary Alliance - Red).
Indikasi ini muncul karena setelah satu tahun Jaffray mengunjungi
Indonesia, pada 29 Juni 1929 rombongan pertama misi C and MA tiba di
Surabaya. Lewis menuliskan bahwa setibanya di Surabaya, Jaffray yang
fasih berbahasa Mandarin langsung mengadakan kontak dengan orang-orang Tionghoa. Keesokan harinya, mereka mendapat kesempatan untuk melayani
dalam kebaktian penginjilan di salah satu gereja Tionghoa. Menurut
Jaffray, waktu itu ada enam orang yang mengangkat tangan untuk didoakan.
Itulah buah sulung dari suatu panen besar yang nantinya akan dituai di
beberapa tempat di Indonesia.
Selanjutnya, dalam catatan kaki bukunya ini, Lewis menulis bahwa kemungkinan besar gereja
inilah yang mendesak Jaffray untuk mengirimkan seorang pekerja.
Evangelis T.H. Loh, lulusan Sekolah Alkitab Wunchow, dikirim pertama ke
pulau Jawa oleh misi CFMU/CandMA dan menjadi gembala sidang jemaat
Kanton di Surabaya. Jaffray menyadari bahwa pelayanan di Indonesia perlu
dilakukan secara serius. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menetap
di Indonesia. Daerah yang menjadi pilihannya adalah Makassar. Alasan
memilih daerah ini karena letaknya sangat strategis. Jaffray
membayangkan Makassar seperti poros roda yang jari-jarinya kelak
memancarkan Injil ke seluruh pelosok negeri ini. Dari Daeng Tompo Straat
8 Makassar, pelayanan Jaffray kemudian mulai meluas ke Sumatera sampai
Papua. Selanjutnya, api misi itu mulai terkontaminasi kepada putra-putra
pribumi yang dilatih oleh Jaffray untuk menjadi utusan Injil.
Untuk itu, Jaffray mendirikan Native Conference, yaitu organisasi
pribumi yang akan ikut mengembangkan pekerjaan Tuhan bersama-sama dengan
misi C & MA di Indonesia. Dari hasil pelayanan Jaffray, muncullah
beberapa gereja Tionghoa dan gereja pribumi. Salah satu gereja terbesar
yang menjangkau kaum pribumi dan telah tersebar hampir di seluruh
kepulauan Indonesia adalah Gereja Kemah Injil Indonesia.
Strategi Misi Jaffray
Untuk mengembangkan misi pelayanannya, paling tidak ada tiga strategi pengembangan yang dilakukan oleh Jaffray. Ketiga strategi pengembangan pelayanan
misi Jaffray ini adalah penerbitan, pendidikan, dan gereja pusat.
Penerbitan, memang tidak mengherankan jika penerbitan menjadi strategi
Jaffray. Ia adalah anak seorang pemilik surat kabar terbesar di Toronto.
Selain itu, pengalaman sejak tahun 1913 ketika ia mendirikan Bible
Magazine berbahasa Tionghoa yang sangat terkenal di kalangan kaum Injili. Selain itu, salah satu peninggalan Jaffray adalah berdirinya toko buku rohani Kalam Hidup
yang berkedudukan di Bandung. Pendidikan, pendidikan yang dimaksud di
sini adalah pendidikan teologi. Pada tahun 1932, Jaffray mendirikan
sekolah Alkitab Makassar. Dengan berpedoman pada 2 Timotius 2:2,
Jaffray berkeyakinan bahwa satu-satunya jalan untuk melestarikan
pekerjaan Tuhan melalui pelayanan C & MA di Indonesia ialah dengan
mendidik dan melatih orang-orang Indonesia sendiri. Gereja pusat, pada
tahun 1932, Jaffray mendirikan Gereja Kemah Injil yang pertama.
Kebaktian
pertama dimulai di ruang kelas, di rumah Clench, pada malam hari. Ada
banyak orang yang datang untuk mendengar firman diberitakan. Salah satu
orang yang dimenangkan bagi Kristus adalah seorang wanita
kelahiran Minahasa, yang di kemudian hari menjadi nyonya A.B.
Fransiskus. Bapak Fransiskus termasuk salah satu penyokong pada waktu
pembangunan Gereja Kemah Injil Pusat ini dimulai.
Meskipun tidak dicatat sebagai bagian dari strategi pengembangan Jaffray, tetapi ia juga mendukung pelayanan radio.
Yang menarik buat saya adalah tidak semua misi Jaffray mendapat
dukungan finansial dari misi C & MA. Akan tetapi, itu tidak menjadi
penghalang bagi Jaffray dalam menjalankan misinya. Boleh dikatakan,
baginya bila Tuhan berkehendak, tidak ada seorang pun dapat menghalangi,
dan itu terbukti!
Kunci Sukses Pelayanan R.A. Jaffray
Setiap tokoh
mana pun dalam sejarah peraihan suksesnya dan dalam hal apa pun, selalu
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang menjadi khas dalam apa
yang ia lakukan. Demikian pula dengan DR. Alexander Jaffray. Setelah
membaca kedua buku yang ditulis oleh A.W. Tozer
dan Rodger Lewis, maka ada beberapa hal penting yang patut dicatat
sebagai kunci yang membawa Jaffray menjadi salah satu tokoh misi yang
dapat disejajarkan dengan tokoh misi dunia lainnya.
Pertama, doa.
Jaffray tidak akan pernah melakukan sesuatu tanpa didahului dengan doa
yang sungguh-sungguh. Ia baru akan mulai sampai ia yakin bahwa Tuhan
mengizinkan pelayanan dilakukan melalui penglihatan dan nubuat. Kedua, filosofi pelayanan. Filosofi atau falsafah pelayanan Jaffray sangat sederhana, yaitu membangun
dan memelihara hubungan baik dengan banyak orang, memberitakan Injil
kepada setiap orang, mengorganisir jiwa-jiwa yang telah dimenangkan, dan
mengajar atau melakukan pemuridan. Agar falsafah yang dibangun
ini dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakannya, maka Jaffray
melakukan pendekatan strategis melalui pendidikan, literatur, dan gereja pusat.
Mengenai
filosofi dan strategi pengembangan pelayanan Jaffray, saat ini sudah
banyak gereja dan lembaga Kristen atau para pelayan yang melakukan,
bahkan mungkin lebih baik. Akan tetapi, ada satu hal yang sering
diabaikan, yaitu doa yang sungguh-sungguh untuk suatu pelayanan yang
baru. Banyak gereja yang mengalami perpecahan, hamba Tuhan yang saling
menjatuhkan, jemaat yang picik dan tidak mau tahu dengan pelayanan.
Semua terjadi karena memulai pelayanan bukan berdasarkan apa yang Tuhan
kehendaki, tetapi menurut apa yang kita inginkan dengan segala
kepentingan yang terselubung. Saya harus banyak belajar dari orang
seperti Jaffray!
Sumber bacaan:
|
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Pilar Sukses |
Alamat URL | : | https://pilarsukses.wordpress.com/2013/04/24/refleksi-hidup-dan-karya-rev-dr-alexander-jaffray-oleh-maarjes-sasela/ |
Judul artikel | : | Refleksi Hidup dan Karya Rev. Dr. Alexander Jaffray |
Penulis artikel | : | Maarjes Sasela |
Tanggal akses | : | 17 Februari 2016 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar