Sebuah pelayanan yang dirintis oleh Morria Nickels di Amerika Serikat untuk melayani kaum subkultur yang tersisihkan dari masyarakat. Pada tahun 2006 telah menunjuk dan mengutus Dave Broos sebagai Regional Director di Indonesia
Kamis, 13 Maret 2008
SEKILAS PERLINDUNGAN ANAK
Sekilas - Perlindungan Anak
Khairuddin, 15, sedang berlibur bersama ayah dan 3 saudaranya saat terjadi tsunami yang melanda Aceh Desember 2004 silam. Dia satu-satunya yang selamat dan mengungsi di Children Center UNICEF di Banda Aceh.
Masih banyak anak-anak Indonesia yang rentan terhadap situasi kekerasan. Kondisi ini menjadi tantangan utama UNICEF dan mitra-mitra lokalnya.
Ada beberapa fakta yang cukup memprihatinkan. Diperkirakan sekitar 60 persen anak balita Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan, sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara dimana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara dewasa.
Masalah lain yang tak kalah memprihatinkan adalah pelecehan terhadap anak terutama anak-anak dan wanita yang tinggal di daerah konflik atau daerah bekas bencana. Lebih dari 2.000 anak tidak mempunyai orang tua. Secara psikologis anak-anak itu terganggu sesudah bencana tsunami meluluhlantakkan Aceh dan Sumatra Utara pada 26 Desember 2004 silam.
Seperti halnya anak-anak di belahan dunia lain, anak-anak di Indonesia pun mengalami kekerasan dalam rumah tangga, di jalanan, di sekolah dan di antara teman sebaya mereka. Tapi banyak kasus kekerasan semacam ini tidak terungkap. Atau, hal ini tidak dianggap sebagai kasus kekerasan karena kedua pihak tidak menganggapnya sebagai masalah. Seringkali kekerasan terhadap anak dianggap hal yang lumrah karena secara sosial dipandang sebagai cara pendisiplinan anak. Bahkan di banyak masyarakat, norma sosial dan budaya tidak melindungi atau menghormati anak-anak.
Kasus kekerasan di Indonesia tidak mencuat karena tidak ada laporan resmi. Hal ini terjadi karena lingkungan budaya yang sudah mengakar. Masyarakat tradisional memang tidak mengakui insiden semacam itu. Buruknya penegakan hukum dan korupsi di kalangan penegak hukum juga membuat kasus-kasus kekerasan semacam itu tidak diselidiki. Akibatnya pelaku tindak kekerasan terhadap anak pun bebas dari jeratan hukum.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar