Sebuah pelayanan yang dirintis oleh Morria Nickels di Amerika Serikat untuk melayani kaum subkultur yang tersisihkan dari masyarakat. Pada tahun 2006 telah menunjuk dan mengutus Dave Broos sebagai Regional Director di Indonesia
Selasa, 14 Juli 2015
MENGIDENTIFIKASI SUMBER KEMARAHAN
MENGIDENTIFIKASI SUMBER KEMARAHAN
Ditulis oleh: S. Setyawati
Selain akal budi, emosi adalah pemberian dari Tuhan kepada manusia. Emosi yang dimiliki manusia antara lain sedih, senang, jengkel, marah, dst.. Namun, cara seseorang dan yang lain mungkin saja berbeda dalam mengekspresikan emosinya. Ada yang melampiaskan kemarahan dengan kata-kata kasar, kata-kata kotor, umpatan, makian, tindakan fisik yang negatif, bahkan kekerasan fisik lainnya. Ada juga yang menyembunyikan kemarahannya di dalam hati dan meledakkannya saat ia tidak tahan lagi untuk menahannya.
Persoalannya, apakah kita berdosa apabila kita marah? Bisa iya, bisa tidak. Jika kemarahan kita terus membara dan membuat kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, kita berdosa. Namun, jika kita marah karena terjadi ketidakbenaran, kita tidak berdosa. Istilah ini lazim dikenal dengan kemarahan suci.
Apa yang harus kita lakukan ketika kita jengkel? Firman Tuhan dalam Efesus 4:26 (AYT Draft) menyebutkan, "Marahlah dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam kalau kemarahanmu belum padam." Kita diperbolehkan marah, tetapi jangan sampai kemarahan kita mendatangkan dosa. Bandingkan dengan Mazmur 37:8 (AYT Draft), "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati, jangan marah, karena hanya akan mendatangkan kejahatan." Manusia bisa dan diperbolehkan marah, tetapi jangan sampai kemarahan mengontrol kita. Kemarahan identik dengan sesuatu yang tidak menyenangkan dan berlawanan dengan apa yang kita harapkan. Meski begitu, kita harus mengendalikan kemarahan kita agar kita tidak mendukakan Tuhan Allah dan menyakiti sesama. Hal-hal yang biasanya memicu kemarahan adalah merasa frustrasi dengan seseorang/sesuatu, merasa direndahkan, merasa ditolak, merasa diancam, sudah tidak bisa menahan ledakan kemarahan, dan masalah-masalah psikis.
Istilah marah (termasuk keluarga katanya) muncul sebanyak 275 kali dalam Alkitab terjemahan King James. Keluarga kata yang dimaksud mencakup kata benci, diasingkan, kepahitan, permusuhan, mengamuk, dst.. Contoh kisah kemarahan di dalam Alkitab yang mengakibatkan tindakan dosa yang mengerikan antara lain, Kain yang membunuh Habel, Musa yang membunuh mandor Mesir, Simson yang membantai ribuan orang Filistin, dan orang-orang Yahudi yang menyalibkan Kristus.
Dalam buku "The Minirth Guide for Christian Counselors", Frank Minirth mengatakan bahwa dalam hal mempelajari emosi marah, psikologi menitikberatkan pada bagaimana kita menjadi marah dan apa yang dapat dilakukan dengan kemarahan, sedangkan teologi menitikberatkan pada natur manusia yang dapat membangkitkan kemarahan. Sumber kemarahan berasal dari natur manusia lama (yaitu berpusat pada ego; lihat Kejadian 4:5-8; Kejadian 27:42-45; Kejadian 49:5-7; 1 Samuel 20:30; 1 Raja-Raja 21:4; 2 Raja-Raja 5:11; Matius 2:16; Lukas 4:28). Akan tetapi, di balik sisi negatif kemarahan, emosi yang merusak, ada juga kemarahan yang benar (Keluaran 11:8; Imamat 10:16-17; Nehemia 5:6-13; Mazmur 97:10; Markus 3:5). Karena itu, jangan sampai berbuat dosa jika kita marah (Efesus 4:26). Sayangnya, dalam kenyataan, kemarahan acap kali menjadi awal dosa atau hasil dari dosa. Oleh karena itu, kita harus memahami bagaimana mengendalikan kemarahan.
Kiranya dengan mengakui dan memahami sumber kemarahan, serta menjalin relasi yang erat dengan Kristus, dapat menolong kita semua untuk mampu meredakan kemarahan dan mencegah kemarahan pada masa yang akan datang. Marilah kita terus tunduk kepada Allah dan mengizinkan Dia yang mengontrol kita, bukan emosi-emosi negatif kita.
Sumber bacaan:
1. "Anger". Dalam http://goodnewsonline.org/04_biblecollege_im05.htm
2. Minirth, Frank. 2003. "The Minirth Guide for Christian Counselors". Nashville: Broadman & Holman Publishers.
TIP: KEMARAHAN
Tujuan kita bukan "bebas dari kemarahan". Sebaliknya, hal ini untuk mengajarkan kepada konseli bagaimana mengontrol responsnya terhadap kemarahan yang ada: baik terhadap stimulasi emosional maupun biologis, yang disebabkan oleh kemarahan.
Langkah-Langkah Nyata
1. Pahamilah Kemarahan
Fokuslah pada sumber kemarahan. Buatlah daftar pemicunya (dalam sesi konseling dan sebagai tugas rumah). Sebelum konseli dapat mengontrol kemarahan, cegahlah pemicu kemarahan sebanyak mungkin.
Belajarlah untuk mengidentifikasi kemarahan sebelum kemarahan itu menjadi lepas kendali. Mintalah konseli untuk mengidentifikasi apa yang ia rasakan secara fisik ketika merasa marah.
Identifikasilah perasaan marah ketika perasaan tersebut masih sedikit. Katakan dengan keras, "Sekarang saya sedang marah."
Sadarilah tanda peringatan kemarahan yang pertama, yang mungkin terlihat dalam perubahan-perubahan fisik.
Kemarahan meningkatkan respons sistem saraf simpatik (keadaan stabil secara fisik) dan perubahan-perubahan biologis berikut ini: peningkatan detak jantung dan tekanan darah, kewaspadaan yang semakin tinggi, otot-otot yang tegang, pupil mata yang melebar, pencernaan yang melilit-lilit, lubang hidung yang membesar, dan pembuluh vena yang menonjol.
2. Tundalah Kemarahan (Amsal 16:32; Amsal 29:11)
Cara yang menginspirasi untuk menahan ekspresi kemarahan:
- Ambillah "waktu jeda"; untuk sementara waktu jangan terlibat dengan situasi tersebut jika memungkinkan (minimal 20 menit).
- Lakukanlah olahraga ringan hingga tingkat kemarahan dapat dikontrol.
- "Tuliskanlah, jangan bertengkar"; tuliskanlah pikiran-pikiran yang mengganggu. Latihan ini bersifat pribadi dan tulisan-tulisan itu harus disimpan secara pribadi, yang kemungkinan dapat dihancurkan, bukan dikirim.
- Ceritakanlah kepada seorang teman yang dapat dipercaya, yang tidak terkait dengan situasi yang menyebabkan kemarahan.
- Jangan hanya "curhat", mintalah nasihat yang membangun.
- Doakanlah kemarahan tersebut, mintalah kepada Allah untuk memberikan pengertian kepada Anda.
- Pelajarilah arti menenankan. (Seseorang dalam keadaan marah tidak siap menghadapi situasi yang membangkitkan kemarahan dengan cara yang sehat. Sikap tenang akan menolongnya meredakan perasaan marahnya sebelum menunjukkan kemarahan dengan cara yang sehat. Perhatikan: Memikirkan hal ini berlawanan dengan menenangkan diri, dan membuat kemarahan semakin buruk dengan mengulang pemikiran-pemikiran yang merusak mengenai peristiwa yang menimbulkan kemarahan.)
- "Orang yang sabar lebih baik dari seorang pahlawan, dan orang yang menguasai dirinya lebih dari orang yang merebut kota." (Amsal 16:32, AYT DRAFT).
- "Orang bodoh mengeluarkan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak mundur dan meredakannya." (Amsal 29:11, AYT DRAFT)
3. Kontrollah Kemarahan
Pikirkanlah beberapa cara bagi konseli Anda untuk mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang sehat:
- Berikan respons (tindakan rasional), jangan bereaksi (bantahan yang emosional).
- Menjauhlah secara bijak sampai Anda dapat berbicara dengan cara yang membangun (Yakobus 1:19).
- Hadapilah kemarahan untuk memulihkan, bukan untuk menghancurkan.
- Berempati (berteriak-teriak adalah kegagalan berempati). Berbicaralah dengan pelan dan tenang (membuat berteriak menjadi sulit).
- Serahkanlah hak untuk membalas dendam (Roma 12:19).
- Jika kemarahan mulai meningkat menjadi kemurkaan atau kegeraman, itu berarti bukan saatnya untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebaliknya, untuk sementara salurkan energi Anda untuk aktivitas-aktivitas sendiri, atau tenangkan diri kembali sebelum menghadapi orang lain.
4. Selesaikan Kemarahan
Sebuah rencana harus dibuat sebagai tindak lanjut, mungkin:
- Mencari rekan yang bertanggung jawab.
- Melakukan konseling pribadi.
- Bergabung dalam kelompok yang dapat mengelola kemarahan.
- Mempertimbangkan pengobatan.
Konseli harus secara aktif mengembangkan pertumbuhan rohani jika ia ingin mengelola kemarahan dengan efektif. Alkitab berkata, "Akan tetapi, buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, keramahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang melawan sifat-sifat ini." (Galatia 5:22-23)
Ingatlah untuk:
a. Berserah -- kepada Roh Kudus (Galatia 5:16)
b. Mencerminkan -- kemurahan dan kasih yang Allah sediakan (Efesus 2:4)
c. Berdoa -- mengakui perasaan dan penyesalan kepada Allah (Matius 5:43-45)
d. Mengampuni -- memilih untuk membuang kebencian dan kepahitan (Efesus 4:31-32)
e. Mencegah -- memikirkan dan melakukan balas dendam (1 Korintus 10:13; 1 Petrus 1:13)
f. Memberi dan menerima -- saling menghargai dengan orang-orang yang dekat dengan Anda (Efesus 5:31-32)
g. Mengasihi -- bahkan kepada orang-orang yang marah kepada Anda (1 Korintus 13)
h. Mengingat -- seperti apakah menjadi "sasaran" kemarahan orang lain (1 Samuel 19:9-10)
i. Menyelesaikan -- masalah-masalah kemarahan (Efesus 4:26)
j. Menggarisbawahi masalah-masalah seperti luka emosi yang dalam, yang telah teridentifikasi dalam konseling, perlu dipikirkan. Buatlah rencana untuk membereskan hal-hal tersebut melalui konseling lanjutan dan kelompok-kelompok pendukung.
Ada kesimpulan yang sangat baik. Efesus 4:31-32 berkata, "Biarlah semua kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah, dibuang darimu, bersama dengan semua bentuk kejahatan. Bersikaplah ramah satu dengan yang lain, milikilah hati yang lembut, dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus juga mengampuni kamu."
Pengertian Alkitabiah
"Jika engkau melakukan yang baik, tidakkah engkau akan diterima? Namun, jika engkau tidak melakukan yang baik, dosa sudah berada di ambang pintu. Dosa itu ingin menguasaimu, tetapi kamu harus berkuasa atasnya." (Kejadian 4:7, AYT DRAFT)
Masalah Kain dengan kemarahannya bukanlah karena ia marah. Masalahnya adalah bagaimana ia bereaksi terhadap kemarahannya.
Pertama-tama, kemarahan Kain adalah respons yang positif, tetapi respons tersebut melalaikan sasarannya. Alih-alih Kain marah dengan dirinya sendiri, kemarahannya berubah menjadi kecemburuan yang mematikan.
Kemarahan harus dikuasai atau kemarahan tersebut akan menguasai kita. Kemarahan yang tidak terkontrol dengan cepat menjadi perusak. Ketika Anda mengundang Allah untuk menolong Anda mengidentifikasi kemarahan Anda dan mengambil tindakan positif, kemarahan akan lebih menjadi hamba daripada menjadi tuan.
"Marahlah dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam kalau kemarahanmu belum padam. Jangan memberi kesempatan kepada setan." (Efesus 4:26-27)
Perhatikanlah bahwa ayat ini tidak berkata, "Jangan pernah marah." Kemarahan adalah emosi pemberian Allah, dan jika dikuasai dengan baik, akan menghasilkan perubahan positif.
Jangan biarkan kemarahan membuat Anda bertindak dengan cara yang nantinya akan Anda sesali.
Jangan menjadi marah kepada diri sendiri atau berpura-pura bahwa Anda tidak pernah marah.
Hadapilah kemarahan sesegera mungkin (dan secara bertanggung jawab) sebelum matahari terbenam supaya Anda tidak "memberi kesempatan kepada si jahat".
Cobalah mengatasi perbedaan dengan orang lain dengan hormat. Lalu, lanjutkan bersama-sama dalam karya Tuhan. Ingatlah, Setan senang menggunakan kemarahan untuk memecah belah umat percaya.
"Aku sangat marah ketika mendengar seruan dan keluhan mereka." (Nehemia 5:6, AYT DRAFT)
Kemarahan Nehemia adalah kemarahan yang benar karena banyak orang Yahudi menderita di bawah kekuasaan para pejabat yang kaya, yang meminjamkan uang kepada mereka.
Dengan menunjukkan kemarahannya dengan cara yang sehat, Nehemia mengadakan pertemuan dengan para pemberi pinjaman, yang menanggapi permintaannya yang tegas.
Saat Anda merasa kemarahan menggelora di dalam batin, mintalah Allah memimpin Anda pada cara penyelesaian konflik yang produktif.
"Jangan bergaul dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah. Supaya jangan engkau menjadi biasa dengan tingkah lakunya, dan menarik jerat bagi dirimu sendiri." (Amsal 22:24-25, AYT DRAFT)
Orang-orang mungkin tidak dapat mengubah kemarahan yang ditunjukkan orang lain, tetapi mereka dapat menghindari berhubungan dekat dengan para "pemarah".
Pilihlah dengan hati-hati orang-orang yang akan menjadi sahabat, rekan bisnis, dan pasangan Anda.
"Kemudian berfirmanlah Allah kepada Yunus, 'Pantaskah engkau marah karena pohon jarak itu?' Jawab Yunus, 'Pantaslah aku marah sampai mati.'" (Yunus 4:9, AYT DRAFT)
Ketika Yunus memahami bahwa Allah akan menyelamatkan orang-orang Niniwe, alih-alih bersukacita karena pertobatan mereka, Yunus malah marah. Kemarahannya terhadap keberdosaan Niniwe dibenarkan meskipun kemarahannya yang egois pada kemurahan Allah tidak dibenarkan.
Barangkali, dengan motivasi egois, Yunus memikirkan bahwa reputasinya telah dihancurkan dengan ramalan yang salah tentang penghancuran kota tersebut: atau ia mungkin ingin duduk di kursi baris depan untuk menyaksikan kematian orang-orang Niniwe, apalagi Asyur adalah musuh Israel.
Kita harus mempertimbangkan dengan jujur inspirasi kemarahan kita. (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: American Association of Christian Counselors
Alamat URL: http://www.aacc.net/2010/09/21/anger/
Judul asli artikel: Anger
Penulis artikel: Tim Clinton, Ed.D.
Tanggal akses: 10 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar