Sebuah pelayanan yang dirintis oleh Morria Nickels di Amerika Serikat untuk melayani kaum subkultur yang tersisihkan dari masyarakat. Pada tahun 2006 telah menunjuk dan mengutus Dave Broos sebagai Regional Director di Indonesia
Sabtu, 04 Oktober 2008
MEMULAI PELAYANAN BAGI ORANG MISKIN
MEMULAI PELAYANAN BAGI ORANG MISKIN
Gereja membutuhkan visioner yang memilih untuk tidak bermain aman,
namun bersedia mengambil risiko dan beriman kepada Tuhan dalam
merintis pelayanan yang inovatif di kota, khususnya bagi orang-orang
miskin yang membutuhkan bantuan.
Kehendak Tuhan bagi kebanyakan kita yang tinggal di kota adalah
menunjuk kepada pelayanan bagi kaum miskin. Jika Tuhan telah
memanggil Anda untuk memulai sesuatu yang baru di kota, seperti
Tuhan telah memanggil saya, maka Anda akan melalui proses pemahaman
akan kehendak-Nya, berjalan dalam iman, dan membangun mimpi Anda.
Berikut langkah-langkah dalam memahami dan memulai pelayanan yang
penuh tantangan ini:
1. Izinkan Roh Menaruh Visi dalam Diri Anda
Tuhan memberi kita penglihatan akan rencana dan tujuan-Nya dalam
hidup kita dan mengizinkan kita untuk bermimpi dan memiliki visi
yang jelas dan konkret. Semakin spesifik doa, tujuan, dan sasaran
kita untuk visi tersebut, semakin besar kemungkinannya untuk visi
tersebut dapat terwujud.
Visi adalah gambaran yang membara di hati tentang apa yang Tuhan
ingin lakukan melalui Anda di tempat tertentu bersama kelompok orang
yang spesifik. Visi adalah pewahyuan tentang rencana Tuhan yang
dapat terjadi. Dengan memercayai dan menindaklanjuti visi tersebut,
mimpi dapat terwujud. Dua visioner kuno, Abraham dan Sarah, telah
mengalaminya. Saya melihat tiga benang dalam struktur kehidupan
mereka yang membentuk pola masa kini dalam memahami kehendak Tuhan:
panggilan untuk taat, iman terhadap visi, dan hasil yang sudah
diantisipasi.
Panggilan untuk Meninggalkan Tempat Tinggal
Abraham dan Sarah tinggal dengan nyaman di Haran saat Tuhan
memanggil mereka: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu
dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;"
(Kej. 12:1). Tidak mudah bagi mereka untuk menaati panggilan itu --
banyak risiko dan pengorbanan untuk pergi ke tempat entah-berentah;
di gurun.
Sebuah "panggilan" akan selalu mengiang, bisikan dalam diri Anda
yang mengatakan, "Tinggalkan rumahmu dan pergilah ke tempat yang
Kutunjukkan kepadamu." Mungkin rumah yang kita tinggalkan bersifat
geografis atau spiritual. Tempat yang ditunjukkan kepada kita
mungkin adalah kota, pelayanan baru di lingkungan, atau cara hidup
baru di mana kita berada. Yang terpenting adalah meresponi dan
mengikuti visi yang lahir dari Tuhan dalam diri kita, tanpa
menghiraukan risiko dan besarnya pengorbanan.
Saat Abraham dan Sarah pergi, keponakan mereka, Lot, ikut bersama
mereka. Kemudian, gembala Abraham dan Lot berselisih tentang
pembagian tanah. Abraham, yang percaya akan visinya, memutuskan
untuk berpisah: "Jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau
ke kanan, maka aku ke kiri." (Kej. 13:9)
Lot melihat ke Timur dan "melihat seluruh Lembah Yordan banyak
airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir" (Kej. 13:10).
Seketika itu, Lot berpisah dari Abraham dan tinggal di Yordan.
Abraham memilih tinggal di Kanaan yang berbukit-bukit, yang nampak
tidak sedap dipandang mata. Di situlah Tuhan menegaskan visinya:
"Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu
ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang
kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk
selama-lamanya." (Kej. 13:14-15)
Ada pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut untuk
visioner kota pada masa kini: mata iman tidak berfokus pada
penampilan, namun pada pandangan yang luas dan penglihatan akan
rencana Tuhan yang dapat terjadi. "Apa yang dapat kamu lihat secara
luas, Aku dapat memberikannya kepadamu," kata Tuhan kepada orang
beriman. "Apa yang tidak dapat kamu impikan, Aku tidak dapat
memberikannya kepadamu."
"Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah" adalah kunci kepada
keberhasilan di luar batas kemampuan manusia. Jika kita dapat
memimpikan visi Tuhan dan spesifik dengan hasilnya, apa yang kita
perlukan akan disediakan oleh Tuhan "yang menjadikan dengan
firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada" (Rm. 4:17).
Tuhan membangkitkan pemimpin yang memiliki mimpi dan visi yang
spesifik, yang percaya kepada-Nya akan hasilnya. Surat Ibrani
mengingatkan kita bahwa iman atau visi "adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak
kita lihat" (Ibr. 11:1).
Saya percaya bahwa dalam diri setiap orang, tersembunyi visi Tuhan
yang menunggu pemenuhan melalui iman dan ketaatan.
2. Bangun Visi Secara Perlahan
Setelah memahami kehendak Tuhan, kesabaran diperlukan dalam
mewujudkan visi bagi pelayanan untuk orang miskin di kota. Seperti
halnya janin membutuhkan sembilan bulan untuk dapat lahir sebagai
bayi, butuh bertahun-tahun untuk mimpi atau visi dalam hati itu
menjadi kenyataan.
Apa yang terjadi pada Anda sama pentingnya dengan apa yang Tuhan
lakukan melalui Anda. Bersabarlah menunggu Tuhan, biarkan Tuhan
mengerjakan karya keselamatan dalam diri Anda, dan kemudian bangun
visi Anda secara perlahan, namun pasti.
Saat saya dan beberapa orang melayani di New York, kami memulai
pelayanan dengan visi yang cukup murni. Kami membutuhkan waktu untuk
mapan sebelum kami melakukan banyak pelayanan. Namun, kami melangkah
semakin cepat dan kami menjadi terdesak. Hasilnya adalah krisis
dalam pelayanan: banjir permintaan dan kebutuhan, sedikitnya uang,
pelayanan semakin sempit, dan staf kedodoran. Selama bertahun-tahun,
kami berjuang untuk bertahan sampai kami memerlambat laju pelayanan
kami, kemudian mengambil waktu untuk merenung, memikirkan fokus
pelayanan, dan peletakan dasar spiritual.
Intensitas pelayanan kota dapat menghancurkan bahkan visioner
paling percaya diri sekalipun. Cara untuk hidup berkemenangan
adalah membiarkan visi Anda tersingkap secara perlahan, hari demi
hari, tahap demi tahap, mengikuti irama Roh.
3. Ajak Rekan Sepelayanan
Seorang visioner tidak dapat memenuhi visi Tuhan seorang diri. Visi
itu harus dibagi. Butuh waktu untuk menemukan orang yang tepat. Ajak
orang yang Anda kenal dan percaya, yang berkompeten, berkomitmen,
dan yang Anda percayai serta yang memberi rasa nyaman. Jangan
terburu-buru mengajak orang hanya karena mereka bersemangat. Tunggu
waktunya Tuhan memberikan orang yang tepat.
Butuh waktu lebih dari setahun bagi saya untuk menemukan lima orang
yang bersedia dan mampu melayani bersama di San Fransisco. Yesus
sendiri membutuhkan waktu tiga tahun untuk memuridkan dua belas
orang pria dan sekelompok wanita. Barulah setelah itu Yesus
mengatakan kepada Petrus, "gembalakanlah domba-domba-Ku" dan di atas
batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku" (Yoh. 21:17; Mat.
16:18).
4. Pilih Ladang Pelayanan
Setelah mengajak rekan sepelayanan, langkah selanjutnya adalah
secara perlahan dan penuh doa mengidentifikasi lingkungan yang akan
dilayani. Tanyakan pertanyaan ini: Siapa yang Tuhan ingin kita
kasihi? Lingkungan dan daerah geografis bagaimana yang nampaknya
paling membutuhkan kehadiran Tuhan? Lingkungan mana yang nampak siap
akan hadirnya pelayanan untuk mereka?
Setiap kota memiliki daerah kumuh yang terabaikan. Kita bisa saja
memiliki visi untuk menjangkau daerah kumuh seluruh kota, namun
pelayanan kota akan efektif apabila kita fokus pada lingkungan
tertentu.
Selalu ada lingkungan dalam sebuah kota yang paling cocok untuk
dilayani. Pilih daerah yang memiliki sejarah, riwayat, dan ciri khas
-- yang menarik dan menantang Anda. Yang terpenting, pilih daerah
kumuh yang ditinggali orang-orang miskin dan gelandangan.
5. Tetapkan Pos Pelayanan
Menetapkan pos pelayanan di lingkungan terpilih adalah langkah
penting selanjutnya dalam memulai pelayanan kota. Idealnya, sewalah
atau belilah bangunan yang memiliki corak budaya dan mudah diakses
masyarakat. Orang yang berusaha Anda jangkau membutuhkan sebuah
simbol komitmen dan kehadiran Anda. Masyarakat memerlukan sebuah
tempat yang hidup, dan pelayanan membutuhkan tempat untuk
berkembang. Sebuah pusat pelayanan akan mampu memenuhi kebutuhan
tersebut.
Jika Anda mengalami kesulitan -- entah itu masalah keuangan atau
yang lainnya -- seperti halnya saya saat berusaha mengembangkan
pelayanan di New York dan San Fransisco, percayalah bahwa Tuhan
dapat melakukan mukjizat. Mukjizat adalah karya Tuhan yang tepat
pada waktunya. Dari pengalaman saya merintis pelayanan di New York
dan San Fransisco, tidak ada visi dari Tuhan yang mustahil.
6. Bangun Komunitas
Sebelum Anda melaksanakan misi pelayanan Anda dalam sebuah
lingkungan, kelompok pelayanan Anda harus menjadi sebuah komunitas.
Apakah komunitas itu? J. B. Libanio, yang menulis tentang komunitas
kristiani di Amerika Tengah dan Selatan, mendefinikan komunitas
sebagai berikut: "Sebuah kesatuan beberapa orang yang dinamis, yang
melalui interaksi sosial yang spontan, terintegrasi oleh ikatan
persahabatan, emosional, kesamaan sejarah, dan budaya."
Sebuah komunitas terbentuk saat sebuah kelompok kecil berintegrasi,
berjalan besama, dan ingin melakukan sesuatu yang lebih besar
daripada yang dapat mereka capai secara individual.
Sebagai suatu kelompok pelayanan, kita semua harus merasa terpanggil
untuk hidup di antara orang-orang yang ingin kita jangkau. Hal ini
membutuhkan komitmen jangka panjang. Komunitas berarti komitmen
kepada satu dengan yang lain dan kepada rencana rekonsiliasi Tuhan.
Komunitas diperlukan sebelum penyembahan dan misi dapat terjadi
dengan benar. Sebuah kelompok pelayanan yang berharap untuk
menjangkau sebuah kota dan lingkungan dengan kasih Tuhan, harus
terlebih dahulu mengasihi dan menghargai anggotanya.
Perbedaan dalam kepribadian, teologi, latar belakang, standar kerja
dan kebersihan, talenta, dan panggilan dapat menghancurkan sebuah
komunitas. Namun hal itu dapat diatasi dengan komitmen bersama
terhadap proses dan berfokus pada visi Tuhan.
7. Biarkan Misi Mengalir
Sebuah kelompok Kristen kecil yang diorganisasi bagi misi dan
setidaknya bertemu untuk menyembah, berdoa, dan saling menguatkan
seminggu sekali, memiliki potensi untuk memahami visi Tuhan serta
apa dan bagaimana Tuhan terlibat di dalamnya. "Handbook for Mission
Groups" karya Gordon Cosby menjelaskan setiap langkah bagaimana
sebuah komunitas terbentuk dan menemukan pelayanannya.
Awalnya, sebuah kelompok berkumpul bersama visioner yang sudah
mendapat visi Tuhan untuk melayani dan menyuarakannya dalam beragam
cara -- dalam percakapan pribadi, dalam kepemimpinan, atau dalam
nubuatan.
Jika tidak ada yang meresponi, orang yang terpanggil itu menunggu
beberapa saat untuk orang lain menceritakan panggilannya. Saat dua
atau tiga orang meresponi, mereka memulai hidup mereka bersama,
"saling mengasah talenta, dan berdoa bagi kejelasan dalam mendengar
kehendak Tuhan bagi misi mereka".
Panggilan itu mungkin dimulai saat seseorang mendengar bisikan
(gambar, perasaan) Tuhan yang terus mengiang, yang mengatakan
"berilah makan orang yang kelaparan", "sediakan tempat tinggal bagi
gelandangan", atau "hiburlah penderita AIDS". Saat orang lain
meresponi panggilan itu, implikasi dan perkembangannya akan
terlihat. Prinsip penting dalam kelompok misi memerlukan komitmen
bersama dan tanggung jawab bersama yang diterima oleh setiap
anggota. "Hal ini dapat dilakukan hanya dengan mengenali talenta
setiap anggota," kata Cosby. "Bahkan jika satu atau dua anggota
tidak mengenali talenta mereka," peringatnya, "masalah gengsi dan
iri hati akan mencuat ke permukaan."
Orang yang memiliki multitalenta akan menghadapi godaan untuk
memenuhi kepuasan ego dengan melakukan segala sesuatu seorang diri
daripada bersama-sama. Tanpa komitmen untuk hidup dan melakukan misi
bersama, sebuah kelompok misi tidak akan berhasil.
Dengan komitmen bersama, sebuah kelompok misi akan bertahan selama
semusim atau sepanjang hidup. Karya pelayanan yang sudah dilakukan
itu akan menjadi karya Tuhan dan selamanya menjadi bagian dalam
usaha Tuhan berdamai dengan dunia ini.
Kadang, sebuah kelompok misi mencapai misinya dan kemudian bubar.
Apa yang sebaiknya terjadi saat sebuah kelompok misi mati secara
alami? Menurut Cosby, "Saat diketahui tidak ada lagi dua atau lebih
anggota yang terpanggil, kelompok itu mungkin dapat meninjau ulang
sejarahnya, bersyukur atas apa yang sudah dilakukan, dan merayakan
matinya kelompok itu. Sering kali, diperlukan adanya kesadaran akan
dosa yang harus diampuni, luka hati yang harus disembuhkan, dan
keberanian untuk mengambil langkah selanjutnya."
Jika kelompok misi memertahankan tahap perkembangannya dan arahan
dari Tuhan, maka pelayanan akan terbentuk. Entusiasme akan dibumbui
dengan hikmat, inovasi akan diwarnai dengan tradisi, dan banyaknya
orang yang antusias akan diarahkan oleh Tuhan untuk mendukung dan
membantu usaha komunitas. Kelompok misi mungkin dapat tetap menjadi
bagian dari gereja atau berdiri sendiri sebagai komunitas
penyembahan dan pusat misi sementara. (t/Dian)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku: A Call for Compassion; City Streets City People
Judul asli artikel: Lift Up Your Eyes; How to Start an Urban
Ministry
Penulis: Michael J. Christensen
Penerbit: Abingdon Press, Nashville 1988
Halaman: 53 -- 70
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar