Sebuah pelayanan yang dirintis oleh Morria Nickels di Amerika Serikat untuk melayani kaum subkultur yang tersisihkan dari masyarakat. Pada tahun 2006 telah menunjuk dan mengutus Dave Broos sebagai Regional Director di Indonesia
Jumat, 27 Februari 2009
EAGLES NEST MINISTRIES 2009
EAGLES NEST MINISTRIES 2009
Memasuki tahun ke dua kami di Bandung merupakan sukacita kami bisa ada di kota ini. Banyak perkara dan hal yang diizinkan Tuhan untuk kami kerjakan disini melalui caraNYA. Acap kali kami hendak melakukan sebuah pekerjaan dengan kemampuan atau pengalaman kami di masa lalu. Tuhan menegur kami dan membimbing kami, untuk sungguh-sungguh melakukan apa yang Bapa sedang kerjakan, menyatakan apa yang Bapa nyatakan.
Dua tahun terakhir ini dengan dana terbatas yang ada kami mengontrak dua buah kamar tempat kost untuk menjadi tempat tinggal sekaligus “kantor” pelayanan kami. Satu kamar sebagai kamar tidur dan sebuah lagi sebagai ruang kerja sekaligus ruang tamu (kadang kami alih fungsikan bagi tamu dari luar kota maupun luar negeri yang mau menginap di istana kami).
Dalam keterbatasan sekalipun kami melihat penyertaan Tuhan, dikala keuangan menjadi kendala pelayanan. Tuhan selalu memiliki dan membuka jalan bagi anak-anakNya yang mencari Dia dalam ketulusan. Kala orang lain tengah frustasi dan mengeluh kekurangan dana untuk mengembangkan pelayanan, kami yang sama sekali tidak memiliki fasilitas memulai pelayanan sebagai penulis lepas dari beberapa media Kristen yang ada secara “cuma-cuma”. Kami hanya menabur saja benih Firman Tuhan tanpa pamrih. Ketika kami coba membina hubungan dengan beberapa anggota tubuh Kristus untuk berjejaring dan bekerjasama kami seolah membentur tembok penolakan. No hard feelings, kami menyadari terkadang “kehidupan pelayanan atau gereja” dewasa ini “kurang sehat”. Gereja atau pelayanan menjadi seolah “perusahaan rohani” hingga menggunakan sistem franchise, sistem merger atau bahkan diambil alih oleh “organisasi gereja yang lebih besar”. Ketika di suatu daerah sudah ada “gereja A”, biasanya ada saja “gereja lain” masuk ke wilayah tersebut. Seandainya masuk ke wilayah yang sama dan menjangkau jiwa-jiwa belum percaya atau belum bergereja nampaknya bukanlah suatu cela. Namun bila masuk ke sana dan lalu menyedot jemaat dari “gereja A” maka ini merupakan cela dalam pelayanan gereja. Kita seharusnya saling membangun dan menolong bukan menjatuhkan seperti itu. Kita melayani Tuhan demi kepentingan KerajaanNya...demi kepentingan GerejaNya...bukan kerajaan dan gereja kita.
Hingga saat kita dengan tulus ingin membangun jaringan pelayanan dalam satu kesatuan sebagai tubuh Kristus, kita dipandang sebagai kompetitor baru. Harap dicatat maksud dan tujuan kami disini bukanlah hendak mempersatukan semua gereja dan pelayanan dalam “satu atap organisasi”. Kami rindu semua organisasi gereja dan pelayanan dapat berjejaring untuk tujuan ilahi, karena kita satu tubuh dan Tuhan Yesus sajalah Kepala kita.
Saya dapat berkata begitu sebab dulu saya pernah ada dalam pola pikir yang sama. Saat saya menggembalakan jemaat di Surabaya, yang ada dalam benak saya adalah bagaimana “gereja saya” bisa berkembang dan memiliki pengikut yang makin bertumbuh & banyak jumlahnya. Jangan sampai jemaat saya pindah gereja lain sebab itu dapat merugikan income kami. Kebanggaan saya sebagai “pendeta” kala itu adalah seberapa besar jumlah jemaat saya, berapa besar gedung gereja saya, berapa cabang gereja saya, berapa banyak kelompok kecil saya yang bertumbuh dan bertambah , berapa pemimpin baru yang saya hasilkan, berapa petobat baru yang kami hasilkan, dstnya..dstnya. Pusatnya adalah saya, gereja saya.
Di kala gereja kami kala itu mencapai titik jenuh dan mulai tidak bertumbuh atau bertambah, dan “gereja-gereja lain” mulai buka cabang di sekitar kami. Maka saya pun berdoa untuk “kebangunan/kebangkitan rohani”, motivasi saya sebenarnya adalah agar “gereja saya” bertambah jumlah anggotanya dan “saya” menjadi tokoh kebangunan rohani itu. Semua saya lakukan karena merasa pelayanan gereja sudah mulai “macet” dan sekarang ada kompetitor yang siap merebut “jemaat kami” masuk ke dalam “gereja mereka”.Jadi bukan sekedar ingin melihat orang percaya bertumbuh dalam Tuhan namun ingin “punya nama dan pelayanan besar”. Dulu saya katakan untuk “kemuliaan Tuhan”, namun sadar atau tidak, dalam hati yang terdalam harus diakui itu semua untuk “kebanggaan diri sendiri”. Keinginan diakui sebagai pendeta yang berhasil.
Hingga suatu hari saya tertempelak saat tengah berdoa bahwa seharusnya saya membangun “Gereja Tuhan”, bukan gereja saya. Yesus-lah Gembala yang baik dan agung, saya hanyalah hambaNya yang membantu menggembalakan umatNya semakin mengenal pribadiNya. Mengapa saya mendoakan agar terjadi “kebangunan/kebangkitan rohani”? Bila Yesus adalah pokok anggur dan kita carangnya, seharusnya kita senantiasa hidup di dalam Dia (Yohanes 15). Kalau gereja yang saya gembalakan “mati”, jangan-jangan karena itu “gereja saya” dan bukannya “Gereja Tuhan” yang seharusnya senantiasa melekat dengan Kristus Yesus.
Dalam keterbatasan dana yang ada, kami berdoa apa yang harus dan dapat kami kerjakan. Sebagaimana anak kecil yang membawa 5 roti jelai dan 2 ikan pada Tuhan Yesus untuk memberi makan 5000 orang (Yoh 6:1-15), begitu pula kami dengan jumlah uang yang mungkin bagi sementara orang tidak ada artinya, datang padaNya. Lalu Tuhan ingatkan bahwa Ia sanggup memberi makan 5000 orang dengan melipatgandakan apa yang kami miliki. Akhirnya Tuhan membimbing kami melayani melalui dunia maya. Kami sempat menggunakan koneksi “W” untuk akses internet di rumah namun kadang terkendala dengan sambungan internet yang lambat. Hingga akhirnya kami menggunakan jasa warnet untuk memperlebar Kerajaan Tuhan dan memuridkan bangsa-bangsa.
Saat kami pertama kali melakukan pelayanan dunia maya, kami ini ditertawakan dan dicibir, namun saat pelayanan kami mulai berkembang, “seperti biasa” mendadak semua melakukan hal yang sama.
Bagi kami melihat kejadian tersebut satu kata yang keluar dari mulut kami, Haleluya, akhirnya ada lebih banyak orang digerakkan Tuhan untuk melakukan penjangkauan, penginjilan, pengajaran, sekolah Alkitab, memperlengkapi umat Tuhan dan masih banyak hal lagi melalui dunia maya.
Kami bersyukur melalui salah satu website pertemanan Facebook, kami dapat terhubung kembali dengan banyak teman-teman lama (SMPK Bahureksa, SMAK Dago, STBA Yapari, INTEL, geng Moonraker,dll), rekan-rekan seperjuangan dalam pelayanan (Cornelius Wing, Jonathan Pattiasina, Samuel Saputra, Franky Sihombing, Melanie Pedro, Roger Thoman, Jammie Bakker, Shelley Lubben, Morria Nickels, Frank Viola, Neil Cole, Robert Ricchiardelli dll) , anak-anak rohaniku maupun teman-teman baru bahkan keluarga besarku. Luar biasa sekali!
Puji Tuhan, bahwa salah satu pelayanan kami, Eagles Nest Online Bible School yang sederhana dapat berkembang dalam hitungan bulan kini bukan hanya diikuti oleh saudara-saudara seiman di Indonesia namun juga Singapura. Ini merupakan hal yang luar biasa bagi kami. Sungguh Tuhan menguatkan kami, sebab kala kami memulai Sekolah Alkitab gratis ini, orang-orang pun terheran-heran. Mengapa kamu tidak menarik biaya para siswa/murid yang mau belajar? Alasan kami sebab Tuhan Yesus tidak pernah menagih uang sekolah dari para muridNya. Maka saya pun tidak akan menagih biaya apa-apa, kecuali para murid digerakkan oleh Tuhan dan ingin memberi dengan sukacita. Bagi kami yang terpenting adalah mereka yang menjadi siswa, mempelajari, menghidupi kebenaran dan memuridkan orang lain lagi. Sekolah ini bukan tentang mencari uang tetapi mencari Tuhan. Bila pun ada orang yang mengambil bahan ini secara cuma—cuma bagi kelompok kecilnya atau pemuridan di organisasi gerejanya atau untuk dipelajari sendiri,asalkan orang tersebut bertumbuh dan makin cinta Tuhan. Maka tugas kami sebagai pendidik dan pengajar berhasil. (Catatan: Ini merupakan “keyakinan” kami, jadi bila Sekolah Alkitab atau STT anda menarik biaya tidak ada tujuan kami sedikitpun “menyerang” lembaga anda. God bless you)
Kini kami tengah berdoa untuk sebuah tempat/rumah yang cukup besar untuk kami gunakan sebagai tempat untuk menjadi pusat studi dan pembelajaran yang kami beri nama PUSAT PEMBELAJARAN & PENGEMBANGAN KOMUNITAS (P3K) atau COMMUNITY STUDIES & DEVELOPMENT CENTER (CSDC). Kami telah memiliki sekitar 1000 judul buku rohani, puluhan buku sekuler dari berbagai latar belakang ilmu, beberapa ratus judul kaset/CD/VCD khotbah & pengajaran dimana kami hendak membuat perpustakaan bagi tubuh Kristus hingga kita semua dapat belajar untuk bertumbuh di dalam Tuhan. Sebenarnya ini merupakan koleksi pribadi yang saya sangat sayangi namun apa artinya bila semua buku itu hanya disimpan di lemari, lebih baik dibuka bagi mereka yang mau belajar dan bertumbuh dalam Tuhan untuk menjadi dampak bagi sekitarnya.
Kami juga rindu untuk mengadakan lebih banyak pelatihan untuk memperlengkapi tubuh Kristus secara interdenominasi tanpa memandang asal muasal denominasinya. Kami rindu untuk memperlengkapi setiap orang kudus untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Dunia ini membutuhkan kita sebagai “garam dan terang di muka bumi ini”. Hati kami rindu melihat orang percaya tidak hanya “jago kandang”, nampak luar biasa di dalam gedung gereja namun saat di luar “melempem” (tidak ada dampaknya).
Selama hampir dua tahun ini, kami memperlengkapi “orang kudus” di tempat umum (cafe, rumah makan, warung lesehan, rumah orang yang kami layani, bahkan di pinggir jalan) atau di salah satu kamar yang kami sewa. Kami belum memiliki dana untuk menyewa tempat khusus atau membeli rumah, namun satu perkara yang indah adalah Tuhan ada di tengah kami. Kami tidak ingin dibatasi oleh fasilitas yang belum kami miliki dan membatasi Roh Kudus untuk bekerja di tengah kami.
Dari pelayanan The Body Building (Pelayanan jejaring kami). Puji Tuhan, pada bulan April dan Mei ini kami akan mengadakan camp Father Heart and Sonship bersama pelayanan Zoe Ministries Malaysia, yang dipimpin Pr Christopher K. Camp ini akan diadakan di dua kota yaitu Surabaya dan Bandung. Selebihnya kami akan melayani bersama beliau di Probolinggo dan Jember di beberapa organisasi gereja yang membuka diri. Apa yang orang pandang tidak mungkin, menjadi selalu mungkin bila Tuhan yang telah menetapkan.
Beberapa rekan lain, seperti Robert Fitts (Uncle Bob) dari Outreach Fellowship International dan Roger Thoman dari Appleseed Ministries juga merencanakan untuk datang ke Indonesia untuk melihat apa yang Tuhan kehendaki untuk mereka kerjakan atau bantu untuk Indonesia. Kami mungkin tidak punya apa-apa namun kami ini “milik” Tuhan yang memiliki segala sesuatu. Bersama kedua rekan senior saya di atas kami tengah berdoa agar gereja dapat berdampak dalam masyarakat bukan hanya sekedar secara rohani namun juga secara holistik. Meski mereka mengenal Kristus Yesus sebagai Tuhan mereka. Namun bila kita tidak menolong mereka untuk pulih secara kejiwaan dan secara finansial bangkit, maka kita akan melihat jiwa-jiwa ini hidup dalam kebiasaan lama mereka.
Beberapa tahun lalu, kami banyak memenangkan jiwa atas kasih karunia Roh Kudus dan sesekali memberikan bantuan sembako atau pengobatan gratis secara periodik. Petama-tama, kami puas melihat jiwa-jiwa diselamatkan dan kami dapat “melakukan perbuatan baik” dengan memberikan sumbangan dalam bentuk sembako maupun medis. Namun bila kami melihat dari dekat, tidak banyak perubahan yang signifikan secara holistik, kadang mereka berkompromi lagi dengan pola dunia atau cara hidup yang lama akibat kesulitan hidup. Mereka tidak hanya butuh hal rohani, mereka juga butuh pemenuhan kebutuhan kejiwaan maupun jasmani.
Mereka yang sempat kami layani adalah mantan pengedar narkoba, bandar judi, pelacur, anak geng/mafia, paranormal, kasus curanmor, anak jalanan, petani miskin, mantan napi dan yang sejenisnya.
Sebab kami kala itu sebagai gereja Tuhan, hanya tertarik pada “jumlah yang diselamatkan” lalu meninggalkan mereka. Persis seperti orangtua yang tidak bertanggungjawab, setelah melahirkan seorang anak ditinggalkan begitu saja, hanya sesekali ditengok itupun kalau tidak lupa. Saya sangat menyesali kebodohan saya kala itu sebagai seorang pemimpin dan “ayah rohani”.
Untuk kesekian kalinya Tuhan menegur kami, hingga paradigma pelayanan kami berubah dan kini kami mau melayani secara lengkap, sebuah pelayanan holistik yang menyentuh rohani, kejiwaan dan jasmani mereka. Kini kami melihat jiwa-jiwa ini sebagai pribadi yang unik. Kami tidak mau lagi melihat mereka sebagai sekedar jumlah bilangan atau proyek pelayanan.Bukan masalah berapa banyak jiwa, namun berapa orang yang dapat kami bimbing dan bawa terus bertumbuh dalam Tuhan hingga ia dapat menjadi terang dan garam bagi rekan-rekannya “di masa lalu”. Kini kami fokus di dalam memuridkan mereka yang telah mengenal Kristus Yesus secara holistik.
Bagi sementara orang, yang seperti biasa menjadi “pengamat rohani”, kami ini nekat katanya. Memang tipis nampaknya antara hidup nekat dan beriman pada Tuhan bagi sebagian orang. Dalam ketiadaan dana dan donatur sekalipun, kami tetap mau taat padaNya. Entah ada yang memback-up kami atau tidak, kami tidak ambil pusing. Kami melihat pelayanan ini sebagai bagian hidup kami dan bukan pekerjaan apalagi mesin untuk menghasilkan uang. Ini adalah visi dan misi keluarga kami. Ketika ada orang-orang yang mau berjuang bersama kami, puji Tuhan, sekalipun tidak ada, tidak masalah sebab Tuhan beserta kami, Ia adalah Immanuel. No hard feelings, Brothers and Sisters. Kita sama-sama membangun tubuh Kristus. Kita mau taat untuk mengerjakan bagian kita dalam arahan Dia. Kami sudah belajar makna hidup dalam kelimpahan maupun kekurangan, kami belajar untuk mengucap syukur dalam segala hal. Kami belajar untuk melihat segala sesuatu dari perspektif Tuhan, melihat situasi seberat apa pun secara positif. Sebagai sebuah kesempatan dimana Tuhan ingin membentuk karakter kami makin segambar dengan Kristus.
Sebuah lembaga gereja dan pelayanan bernama United Christian Faith Ministries (UCFM) dari Amerika Serikat pun menahbiskan saya, Dave Broos, sebagai UCFM ordained minister mereka untuk wilayah regional 11 Asia pada tanggal 22 Februari 2009 lalu. Ini juga di luar dugaan bahwa pelayanan kami mendapat apresiasi dan pengakuan dari rekan-rekan di sana. Puji Tuhan, kini kami bisa berjejaring dengan rekan tubuh Kristus lebih luas lagi dan kami bersukacita atas hal tersebut. Maz 133.
Kini yayasan yang dahulu kami dirikan di Surabaya, Yayasan Pelayanan Cinta Kasih Bangsa (YPCKB), pada November 1998 rupanya dikembalikan kembali untuk dikelola oleh kami. Kami sempat mengundurkan diri dari yayasan tersebut pada tahun 2005 akibat terjadi apa yang saya sebut sebagai “politik dalam pelayanan”. Kini kami tengah berembuk dengan beberapa rekan sekerja di Surabaya dan anak-anak rohani kami di sana bagaimana solusi terbaiknya. Kerinduan kami yayasan ini dapat menjadi alat Tuhan kembali setelah sempat “mati suri” sepeninggal kami kala itu. Tolong dukung doa agar permasalahan pajak yang sempat terbengkalai beberapa tahun terakhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Dukung doa agar rekan saya, Onggo Susilo, yang saya percayakan untuk mengambil kemudi yayasan ini di Surabaya dapat secara optimal menjadi terang berkat di sana.
Pada bulan April ini pun , kami akan mengadakan pelayanan bersama badan missi Open Doors. Kami melayani bersama OD, sebab kerinduan hati kami sama untuk melihat Amanat Agung terjadi di muka bumi dan kita sebagai satu tubuh Kristus bekerja bersama-sama menanggung beban terutama bagi anggota tubuh/gereja yang teraniaya. Sebagai salah seorang volunteer OD di Bandung, kami sangat gembira dapat berjejaring dan bekerjasama memperluas Kerajaan Tuhan. Kami berdoa agar organisasi gereja di Bandung mau membuka diri dan perduli terhadap gereja Tuhan teraniaya di muka bumi ini.
Dukung doa juga untuk istri saya, Novie, yang saat ini tengah menjabat ketua PA Haleluya (Persekutuan para orangtua murid di Lembaga Pendidikan Baptis Bandung). Agar perubahan yang Tuhan kehendaki dan regenerasi dapat terjadi dalam persekutuan ini. Ada banyak tantangan dari muka lama yang tidak menyukai perubahan-perubahan. Ini sudah bagian sejarah kekristenan dimana mereka yang dulu merupakan bagian movement (kegerakan) kemudian membuat monument (monumen). Hingga saat Tuhan ingin membuat pergerakan lagi, ia tidak mau bergerak sebab sudah mapan. Ketika Tuhan memakai orang lain (apalagi yang lebih muda), tanpa sadar mereka menganiaya orang yang mau mentaati Tuhan tersebut. Mengapa? Orang yang merasa dirinya “pendiri” kadang terusik dikala ada seorang baru yang menarik perhatian “massa”nya. Persis seperti Orang Farisi terusik dengan pelayanan Tuhan Yesus. Kita sebagai anak-anakNya pasti akan mangalami hal seperti itu juga. (Yoh 15:20)
Simple Church Network, pun telah mengadakan pertemuan di rumah-rumah atau kadang juga di tempat umum. Suatu kumpulan murid yang belajar bersama-sama, berdiskusi, membicarakan permasalahan dalam kehidupan, saling menasehati, membantu dan berdoa. Ada banyak orang yang enggan ke gereja (karena berbagai alasan) maka kami membawa gereja ke tengah mereka. Kami coba belajar menghidupi pola gereja mula-mula yang ada dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 dan Matius 18:20. Kadang kami hanya melayani satu jiwa, kadang satu keluarga, kadang satu kelompok, kadang satu komunitas besar, intinya kami tidak perduli berapa banyak yang kami layani. Lebih baik melayani satu jiwa yang sungguh-sungguh haus dan lapar akan Tuhan (ingin menjadi murid Kristus) daripada satu gereja atau komunitas besar yang hanya suka khotbah “ice cream” dan berdoa “give me..give me, blessed me blessed me”.
THE EAGLES NEST MINISTRIES:
THE BROOS FAMILY
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar