|
|
Pelayanan Anak Jalanan
(Linda - Komisi Pemuda) dari GKY www.gky.or.id |
|
Mereka Juga Ingin Punya Masa Depan
Belum banyak jemaat yang tahu kalau GKJMB memiliki pelayanan di bidang
yang satu ini. Kalaupun ada yang tahu, umumnya menganggap bagian dari
Komisi Pemuda. Padahal pelayanan ini berada di bawah naungan Tim Misi.
Artinya, terbuka bagi siapa saja.
Sejarah Terbentuknya
Pelayanan Anak Jalanan memang berawal dari Komisi Pemuda. Pada bulan
Desember 1998, krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia, ternyata
mempengaruhi pola pikir Panitia Natal Pemuda Rayon III untuk tidak
merayakan Natal secara jor-joran. Keputusan untuk ikut
peduli terhadap situasi yang melandapun akhirnya diambil. Dana konsumsi
tidak akan digunakan, melainkan dialokasikan untuk kegiatan sosial.
Panitia Natal juga membentuk Tim Aksi Sosial Khusus di luar Panitia
Natal. Hanya saja saat itu belum diputuskan kegiatan sosial macam apa
yang akan dilakukan. Mengunjungi Panti asuhan, Panti Jompo, atau
membagi-bagikankan sembako.
Informasi yang didapat, akhirnya menggiring tim aksos untuk menjatuhkan
pilihannya pada penampungan anak jalanan di Jl. Kebon Sirih mlik sebuah
Yayasan Kristen yang berada di bawah naungan Kampus Diakonia Modern
(KDM) pimpinan Bapak Lumy. Di tempat penampungan ini, anak-anak yang
tadinya hidup di jalan diajak kembali untuk hidup secara normal. Makan
tiga kali sehari, mandi dan berganti pakaian, punya tempat untuk
berlindung dari panas, hujan, dan juga kehidupan keras jalanan yang
kerap membahayakan keselamatan diri mereka.
Tepat tanggal 25 Desember 1998, acara kunjungan dilaksanakan. Anak-anak
yang hadir jumlahnya jauh lebih banyak dari kondisi normal. Rupanya
rencana kedatangan kami dengan cepat mereka sebar ke teman-teman mereka
di jalan. Acara demi acarapun disuguhkan. Menyanyi bersama, panggung
boneka, permainan dan pembagian bingkisan. Tidak akan pernah terhapus
dalam ingatan kami, bagaimana mata bulat polos mereka dengan tidak
berkedip memandang acara panggung boneka, suatu hal yang sangat langka
dalam kehidupan mereka. (Acara ini sempat diliput oleh harian KOMPAS,
yang kemudian menjadi salah satu berita halaman pertama media tersebut
keesokan harinya)
Perayaan Natal di Kebon Sirih ini tidak saja berjalan lancar, tapi juga
meninggalkan suatu beban pelayanan baru bagi Tim Aksos. Mereka merasa
tidak mungkin hanya datang dan lihat untuk pergi selamanya. Harus ada
suatu tindak lanjut yang dilakukan bagi anak-anak jalanan tersebut.
Harus ada yang menyampaikan Kabar Baik kepada mereka. Jangan
sampai kehidupan menyedihkan selama di dunia terus mengikuti mereka
hingga "kehidupan baru" kelak. Syukur kepada Tuhan karena Dia membuat
Tim Aksos tidak saja tergerak, tapi juga bergerak. Pihak
KDM segera dihubungi. Setelah berembuk, Tim Aksos akhirnya kebagian
peran di bidang rohani. Dan sesuai dengan kebutuhan, Tim Aksos kemudian
melayani di tempat penampungan mereka di kawasan Cileungsi.
Kondisi Pelayanan
Pelayanan anak jalanan ternyata sangat unik. Tidak seperti
pelayanan-pelayanan lainnya di dalam gereja yang sudah baku. Pelayanan
anak jalanan merupakan suatu bentuk pelayanan yang unpredictable (tak dapat ditentukan secara pasti). Selain
karena Tim Aksos kekurangan SDM dan masih mencari bentuk dan format
yang tepat, anak-anak yang dilayani sangat beragam. Mulai dari usia,
tingkat pendidikan, latar belakang dan juga masalah yang mereka hadapi.
Masing-masing anak memerlukan penanganan yang khusus dan berbeda-beda.
Sebut saja Eko, 14 tahun, sudah beberapa tahun malang-melintang di
jalan. Untuk bisa tetap makan, biasanya dia ngamen di lampu-lampu merah
ataupun di kendaraan umum. Tampaknya tidak ada yang berbahaya dalam diri
anak ini. Tapi, ternyata Eko sudah pernah beberapa kali menjadi korban
perlakuan seksual orang dewasa selama menjalani kehidupannya. Akibatnya
di tempat penampungan dia tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan
ini, dan akhirnya temannya pun menjadi korban.
Atau Rahmat, asal Banten. Sebelum ke Jakarta dia sudah dibekali
bermacam-macam ilmu hitam. Pernah berniat menurunkan ilmunya itu ke
teman-temannya, sering ke kuburan sendirian pada waktu malam, merupakan
kegiatan yang dikerjakannya selama berada di tempat penampungan
Cileungsi. Masih banyak lagi kisah anak-anak malang yang dilayani Tim
Aksos yang terlalu banyak untuk diceritakan di sini.
Mereka memang anak-anak yang malang, sementara anak-anak normal di
belahan bumi ini menikmati hangatnya kasih sayang dan perhatian orang
tua, anak-anak ini sudah harus merasakan kerasnya kehidupan di jalanan.
Kehidupan yang keras di rumah, hidup bersama dengan ayah/ibu tiri yang
tidak ramah, kemiskinan, merupakan salah-satu dari sekian banyak alasan
kenapa akhirnya anak-anak itu lebih senang hidup luntang-lantung
di jalanan. Sekolah dan kehidupan normal ditinggalkan untuk menikmati
alam kebebasan yang tampaknya sangat menjanjikan. Tapi, nyatanya
kehidupan di jalan jauh lebih keras dari yang mereka bayangkan
sebelumnya. Untuk bisa diterima di komunitas jalanan, tidak jarang
mereka harus diplonco terlebih dahulu. Dan sekadar untuk mempertahankan
hidup, mereka melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Ngoyen (makan makanan sisa), nguping (melepas kaca spion mobil), ngebola (mencuri dengan cara oper-operan di atas kendaraan umum), ngaibon
( menghirup hawa lem yang bisa membuat mereka melupakan sejenak masalah
mereka) adalah hal-hal yang lazim mereka lakukan. Saat ini jumlah anak
jalanan yang ditampung di Cileungsi hanya tinggal 15, dari 30 orang anak
yang mula-mula berhasil ditampung.
Dengan kondisi demikian Tim Aksos merasa sulit untuk menembus benteng
yang mereka pasang untuk Injil, tanpa dukungan daya dan doa dari segenap
jemaat. Kiranya tulisan ini mampu mengetuk hati nurani jemaat agar kita
tidak lagi melihat mereka sebagai makhluk pengganggu yang menjijikkan
di lampu-lampu merah (yang kemudian membuat kita deg-degan dan cepat-cepat menyiapkan duit receh).
Tapi, marilah kita melihat mereka sebagai orang-orang yang patut kita
jaring dan kasihi. Kalau Yesus saja mengasih kita, mengapa kita tak mau
mengasihi mereka?
|
Sebuah pelayanan yang dirintis oleh Morria Nickels di Amerika Serikat untuk melayani kaum subkultur yang tersisihkan dari masyarakat. Pada tahun 2006 telah menunjuk dan mengutus Dave Broos sebagai Regional Director di Indonesia
Kamis, 25 April 2013
Mereka Juga Ingin Punya Masa Depan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar