Minggu, 28 Desember 2008

Shadow of the Cross Indonesia


SHADOW OF THE CROSS
(DI BAWAH BAYANG SALIB KRISTUS)

Pendahuluan

Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman baik suku maupun budaya, masih ada kurang lebih 200 suku terabaikan yang belum mengenal Kristus. Ini pun bertambah dengan lahirnya “suku-suku” baru diperkotaan, yaitu yang akan kita sebut sebagai kaum subkultur. Mereka yang termasuk kaum subkultur ini diantaranya, seperti anak jalanan, para gelandangan, anak geng (bermotor yang disebut bikers, penguasa suatu wilayah/daerah/terminal biasa disebut “jeger”,dll, skaters, komunitas tattoo & body piercing, penggemar musik “underground”, punkers dan masih banyak lagi.
Pesatnya perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membawa dampak yang signifikan pada pertumbuhan anak, remaja dan orang muda. Entah mereka beragama Kristen maunpun latar kepercayaan lain. Tidak ada seorangpun yang kebal dengan pengaruh era ini.
Bilamana orang percaya tidak berdiri teguh dalam kebenaran atau “standtrue”, maka dunia tidak dapat melihat standar hidup di dalam Tuhan yang sebenarnya.
Glen Fredly dalam album Terang (Christmas Album) menciptakan sebuah lagu yang asyik banget. Saya akan kutip sebagian liriknya:

“Jadilah terang jangan di tempat yang terang”
Jadilah terang di tempat yang gelap
Jadilah jawaban jangan hanya kau diam
Jadilah jawaban di luar rumahmu

Jadilah garam jangan di tengah lautan
Jadilah harapan jangan hanya berharap
Jadilah jawaban jangan hanya ucapan
Jadilah jawaban jangan tambahkan beban

Itulah sekelumit syair lagu tersebut yang menjadi “rhema” bagi saya secara pribadi. Perlu ada orang yang mau bersinar di tengah kegelapan dunia dan menjadi jawaban bagi mereka yang ada di tengah kebingungan. Kedatangan Kristus semakin mendekat dan Iblis pun kerja lembur menghancurkan generasi muda kita. Ia menyesatkan banyak orang dan tanpa sadar mereka berjalan menuju kebinasaan. Sayangnya, banyak diantara orang percaya pun yang tak ada beban melihat orang lain binasa tanpa Kristus. NIlai hidup cara dunia yang egois dan mementingkan diri sendiri, tanpa sadar menjadi bagian hidup mereka, yang mengaku diri sebagai “anak Tuhan”. Sangat ironis sekali.
Inilah saatnya bagi tiap anak Tuhan untuk berdiri bersama untuk menerangi publikasi yang negative, yang mencemari gaya hidup anak-anak Tuhan dan mulai berfungsi menerangi mereka yang berada di dalam kegelapan.
Shadow of the Cross (Di Bawah Bayang Salib), merupakan sebuah pelayanan yang dibuat oleh Morria Nikcles di Amerika Serikat untuk memenangkan, memuridkan dan merintis komunitas bagi kaum subkultur di sana. Kaum subkultur merupakan kaum yang terpinggirkan dan dihindari oleh masyarakat atau biasa disebut kaum marginal.
Pelayanan jenis ini jarang sekali mendapatkan dukungan financial, baik di markas besarnya di Amerika Serikat sekalipun. Morria harus mengambil kerja sebagai kasir di pertokoan sambil menyelesaikan studi IT-nya di sebuah universitas. Begitu pula dengan rekanan pelayanan ini di berbagai negara seperti Inggris, Lebanon dan Indonesia. Kami semua bergumul dalam doa dan juga menjadi “tentmaker” untuk mencukupi biaya operasional pelayanan maupun kebutuhan sehari-hari.
Penyataan missi Shadow of the Cross adalah sebagai berikut:
- To live the truth (untuk menghidupi kebenaran)
- To educate with love (untuk mengajar di dalam kasih)
- To minimize misconceptions (untuk memperkecil konsep yang salah)
- To provide peace of mind (untuk menyediakan pikiran yang damai)
Morria yang sangat terbeban pada kaum Gothic dan juga para gelandangan. Ia senantiasa memberi diri bagi mereka untuk menuntunkan mereka pada Kristus dan secara periodik melakukan bantuan sosial bagi mereka yang hidup di jalanan dan mengalami kesepian. Mereka juga membentuk “simple church” di rumah mereka, bagi mereka yang rindu mengenal Tuhan lebih lanjut.
Saya, Dave Broos, ditunjuk sebagai Regional Director untuk Indonesia di dalam mengembangkan pelayanan bagi kaum subkultur di Indonesia. Meskipun harus diakui kami belum optimal menjalankan pelayanan ini. Kami baru melakukan pelayanan friendship evangelism dengan membagikan kesaksian atau tulisan kami melalui dunia maya dan juga mengadakan pelayanan doa & konseling melalui YM, email dan SMS. Pintu yang terbuka bagi kami di Indonesia barulah melayani komunitas dunia maya.
Kami tengah berdoa agar kami pun dapat mengembangkan sayap pelayanan ini dengan membuka “youth shelter”. Sebuah rumah penampungan bagi anak-anak yang diusir dari rumah akibat kenakalan atau ditolak. Sebagaimana dulu saat kami melayani di kota Surabaya, kami membuka rumah kami sebagai rumah bagi mereka yang diusir oleh orangtuanya.
Mengapa kami rindu untuk membangun sebuah komunitas yang beratmosfir keluarga? Sebab kami banyak menemukan anak muda yang tertolak di rumah bahkan hidup dalam dunia hitam akibat tidak tahu harus kemana untuk berlindung lagi.
Saat ini, pelayanan Shadow of the Cross, merupakan bagian dari The Eagles Nest Ministries Bandung yang kami rintis di kota Bandung tahun 2008 lalu. Shadow of the Cross, merupakan bagian dari departemen missi penjangkauan kami pada unreached people dan unchurched people group. Pada tahun 1998, salah satu mentor kami, orangtua rohani kami, Inban dan Rozanne Caldwell, telah menjadi alat Tuhan, saat kami bersama-sama berkomitmen pada Tuhan untuk menjangkau suku terabaikan dan orang belum bergereja di Indonesia untuk memperlebar Kerajaan Tuhan.
Buku ini merupakan persembahan saya bagi setiap rekan Shadow of the Cross dan juga tubuh Kristus yang ingin menggenapi Amanat Agung Kristus Yesus.





Apa yang dapat kulakukan bagi mereka Tuhan?

Saat kuberbincang dengan teman sesama pelayan Tuhan, mengenai penjangkauan terhadap kaum subkultur ia pun tertawa. “Dave..Dave, ngapain ngurusin orang susah? Bukan untung malah banyak buntungnya.” Aku sempat terheran-heran dengan jawabannya, malah rasanya aku bermimpi. Temanku yang sering berkhotbah tentang missi, penjangkauan dan penanaman gereja menyampaikan perkataan seperti itu.
Kuambil sebuah keputusan untuk berdoa bersama istriku, Novie. Kalau aku terlalu banyak mendengar perkataan manusia, kemungkinan besar aku akan menjadi “discouraged” (lemah), dan lalu melupakan beban yang Tuhan taruhkan dalam hatiku ini.
Sambil menantikan jawaban Tuhan, aku pun mulai pergi berkeliling kota-kota di Jawa Timur dengan, salah satu ayah rohaniku yang lain, Pr Christopher K, dari Zoe Ministries Malaysia.
Saat itulah 3 hal yang Tuhan berikan padaku bagi kaum subkultur ini yaitu:
• Pergilah, muridkan dan ajarkan mereka segala sesuatu yang telah Aku perintahkan (Mat 28:18-20)
• Bapa menghendaki setiap suku bangsa (termasuk kaum subkultur) berdiri dihadapan Anak Domba (Why 7:9)
• Bapa menghendaki Kerajaan Tuhan turun di muka bumi (Mat 6:10)

Saat kami menanggapi pangilan ini, benar saja sangatlah tidak mudah. Jarang sekali bagian tubuh Kristus dapat melihat bahwa kaum subkultur ini juga butuh Tuhan Yesus.

Kami melihat diperlukannya orang-orang yang berdiri teguh dalam kebenaran hingga dunia dapat melihat Kristus yang ada dalam dunia ini. Bila orang Kristen tidak melakukan apa-apa, apakah gunanya kematian Kristus di atas kayu salib? Tuhan mati dan bangkit dari kematian agar terjadi rekonsiliasi hubungan antara Dia dan kita sehingga kita dapat mengerti isi hatiNya dan melaksanakan amanatNya selama kita ada di muka bumi ini. Dia mati bukan hanya agar anda selamat dari api neraka dan selama di muka bumi hidup kaya dan berfoya-foya, tanpa memeperdulikan orang lain. Kalau pemikiran dan cara hidup anda seperti itu, saya kuatir anda tidak sungguh-sungguh mengenal Tuhan Yesus.
Pada perkembangannya misi kami pun bertambah bukan hanya sekedar mengabarkan kabar baik, memuridkan dan membentuk komunitas bagi kaum subkultur tetapi juga memperlengkapi generasi dengan pendidikan sekuler dan jiwa entrepreneurship untuk dapat mengentaskan kemiskinan dan pemulihan ekonomi bangsa ini dengan membuka lahan baru pekerjaan.
Kami pun membagikan standar kehidupan kristiani secara lebih terbuka pada umum melalui Stand true Project (Proyek Berdiri Dalam kebenaran). Dimana kami mengajak semua anak muda dan mereka yang berjiwa muda untuk bersinar di tengah kegelapan dan menjadi garam di tengah dunia yang hambar.
Hati kami trenyuh dengan meningkatnya angka aborsi di Indonesia dan bilamana kami membaca di surat kabar. Banyak sekali iklan yang melayani mereka “yang terlambat datang bulan”, suatu layanan aborsi yang secara halus dan terselubung ada di surat kabar kita. Namun acap kali kita tidak menyadari akan hal itu. Atau kita tidak mau tahu? Kesadaran akan hal ini harus ada pada anak muda Kristen hingga saat mereka membina hubungan tidak melakukan seks sebelum pernikahan. Atau bilamana mereka “terlanjur” melakukannya, jangan sampai mereka mengaborsi bayi dalam kandungan itu.
Tuhan menaruhkan beban dalam hati kami untuk memberi “warning” pada gereja Tuhan agar jangan sampai kita mendukung tindakan aborsi sebagai sebuah alat KB sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat. Dimana klinik aborsi marak bermunculan bagai cendawan di musim hujan.
Selain itu kita juga harus mengajarkan bagaimana berpacaran yang benar pada putra-putri kita agar tidak terjadi kasus-kasus bayi yang lahir di luar pernikahan. Atau bilamana terjadi sekalipun jangan sampai kita membuang atau mengusir mereka. Kita harus tetap berdiri di dalam kebenaran Tuhan namun dengan tangan yang penuh kasih mengangkat kembali “anggota keluarga” kita yang telah salah dalam bertindak.
Kami mendukung pergerakan pro life di tanah air kita, Indonesia. Kita harus melindungi bayi-bayi yang tak bersalah dari pembunuhan keji yang bernama aborsi. Jangan sampai kita melegalkan pembunuhan bayi-bayi yang tak bersalah. Mungkin orangtuanya yang salah jalan tetapi jangan binasakan bayi-bayi itu.

Kami sedih melihat gaya berpacaran yang sudah kebablasan diantara anak Tuhan sendiri. Kalau dulu seorang yang sudah tidak perawan atau perjaka sebelum mereka menikah merupakan sebuah aib, sekarang ada fenomena yang luar biasa. Saat seorang remaja masih perjaka atau perawan justru ditertawakan. Bukankah dunia sudah gila? Berapa banyak artis yang merupakan anak Tuhan, menikah dalam kondisi sudah hamil duluan? Itu yang artis hingga tersorot bagaimana dengan yang bukan artis? Ini juga merupakan tanggungjawab kita bersama untuk berjuang dan mengajarkan anak-anak remaja kita di dalam kasih agar mereka tetap menjaga keperawanan dan keperjakaannya hingga masuk dalam lembaga pernikahan. Sebab kita merupakan anak-anak Tuhan, yang diberikan kemampuan untuk menguasai diri. Kita ini bukan binatang yang dipimpin oleh hawa nafsunya. Kita ini anak-anak Tuhan yang memiliki roh Tuhan.

Tidak ada komentar: