Sabtu, 19 Juni 2010

Surat dari Dunia Jalanan


Dear Friends and family in Christ,

Thank's untuk semua saudara seiman yang sudah memberikan respon pada apa yang sedang kami lakukan saat ini. Kami sangat membutuhkan saudara-saudara seiman sebagai pendoa dan sahabat bagi kami. Melakukan perintisan pelayanan atau gereja bagi para anak subkultur bukanlah hal yang mudah oleh sebab itu kami perlu anda sebagai pendukung kami di dalam doa dan juga teman untuk saling berbagi di dalam suka
maupun duka.

Sebuah kisah apa yang terjadi di jalanan hendak saya coba untuk bagikan ; Seorang anak jalanan yang sudah hampir dua puluh tahun hidup di jalan menuturkan pengalamannya pergi dari rumah. Katanya waktu kecil ia banyak ngeluyur dibanding sekolah, lebih banyak bermain dari pada belajar. Akibatnya, teman-temannya sudah naik ke kelas tiga ia masih saja duduk dibangku kelas satu. Buat sebagian anak pergi ke sekolah tidaklah selalu berarti pengalaman yang menyenangkan. Seorang anak lain N bila mengingat sekolah maka yang muncul adalah gurunya yang galak dan tubuhnya yang menjadi sasaran sabetan. Katanya:
Waktu saya sekolah saya digebugin karena di sekolah saya goblog. Di bawa ke kantor karena.sering nonton TV lalu disuruh membaca di papan tulis tidak bisa. Di sabet badanku. Pak guru saya galak. Lalu saya keluar kelas tiga.

Keadaan murid-murid bermasalah seperti itu biasanya dilaporkan oleh guru kepada orang tua murid. Laporan itu bisa menjadi penyulut kemarahan orang tua. Seperti yang dituturkan H:
Pak guru saya sering datang menemui orang tua saya menceritakan keadaan saya. Saya dimarahi bapak tidak hanya dengan suara tetapi juga digebugi pakai sapu lidi sampai merah kaki saya.

Berbagai penyuluhan, berita TV dan radio secara bertubi-tubi telah mengajar para orang tua memlaui pembatinan bahwa anak yang baik adalah anak sekolahan. Karena itu wajar saja bila guru tidak mampu lagi mendidik anaknya, maka orang tualah yang akan meng(H)ajar anaknya. Hasilnya seperti H dan N lari meninggalkan rumah.

Ketika pertama kali hadir di jalan, seorang anak menjadi anonim. Ia tidak mengenal dan dikenal oleh siapapun. Selain itu juga ada perasan kuatir bila orang lain mengetahui siapa dirinya. Tidaklah mengherankan bila strategi yang kemudian digunakan adalah dengan
mengganti nama. Hampir semua anak yang saya kenal mengganti nama.
Hal ini dilakukan untuk menjaga jarak dengan masa lalunya sekaligus masuk dalam masa kekiniannya.

Anak-anak mulai memasuki dunia jalanan dengan nama barunya. Anak- anak yang berasal dari daerah pedesaan menggganti dengan nama-nama yang dianggap sebagai nama "modern" yang diambil dari bintang sinotren atau yang yang biasa didengarnya misalnya dengan nama Andi, Roy dan semacamnya. Seorang anak yang bernama Mohammad kemudian mengganti namanya menjadi Roni. Alasan yang diberikan karena
Mohammad adalah nama nabi. Nama itu tidak cocok dengan kehidupan di jalan. Karena yang dilakukan di jalan banyak tindakan haram.
Proses penggantian sebutan itu dengan sendirinya menunjukkan bahwa ia bukan sekedar pergantian panggilan saja tetapi juga sebagai sarana menanggalkan masa lalunya. Artinya ia dalah bagian dari proses untuk memasuki satu dunia (tafsir) baru. Sebuah kehidupan
yang merupakan konstruksi dari pengalaman sehari-hari di jalan.

Kami mendedikasikan diri untuk menjangkau orang yang terbuang dan anak-anak malam hingga merekapun dapat tinggal " dibawah bayang- bayang salib"(The shadow of the cross) alias mengenal Kristus.

Bagi mereka yang telah menjadi bagian dari kaum subkultur selama bertahun tahun lamanya dan lalu telah keluar dari sana menjadi seorang Kristen….menjadi seorang Kristen namun tetap berada dalam budaya subkultur nampak mustahil untuk dilakukan tanpa bersinggungan dengan otoritas dan ikatan kegelapan yang ada dalam "Lembah
Kekelaman". Ada begitu BANYAK hal yang mengikat kaum subkultur yang HARUS dipatahkan dengan mulai melayani Kristus. Kehidupan kita harus selaras dengan Firman Tuhan, atau kita akan hidup terus menerus di dalam ikatan itu sendiri, bagi seorang Kristen apa yang tidak mempermuliakan Tuhan, itu berasal dari kedagingan.

Ada beberapa contoh hal atau ajaran yang mempengaruhi pola pikir dan tindak tanduk orang kebanyakan tanpa mereka sadari dari berbagai media yang tersedia yang sehari-hari mereka lihat, dengar dan baca seperti :

New Age, Neo-paganism (penyembahan berhala modern), Vampirism, Druidism ( agama kuno di daratan Eropa sebelum kekristenan masuk), Necromancy (ramalan), Hawa Nafsu, Homoseksual, Seks yang tak wajar (sekalipun dalam pernikahan), Seks (di luar pernikahan), Pembunuhan, Mengejek, Bunuh diri, Narkoba, Mabuk-mabukan, Melukai diri sendiri, Wicca (sebuah bidat penyembah berhala), Paganism, Witchcraft (ilmu
sihir), kemarahan, kebencian, anarkisme, aborsi dll. Hal ini semua bertentangan dengan kehendak Tuhan. SEMUA INI HARUS DISERAHKAN DAN DIPATAHKAN DENGAN MELAYANI (MENGHAMBAKAN DIRI) PADA TUHAN DENGAN
SEGENAP HATI KITA. Seorang yang sungguh-sungguh merupakan pengikut Tuhan tidak melakukan semua hal itu.

Seringkali kami mengekspresikan diri persekutuan kami dalam bentuk jemaat mula-mula, sebuah warisan yang sangat memperkaya iman kami.
Dari seni sampai pada musik, dari penyembahan sampai pada doa, kami memiliki sejarah yang memberikan sebuah inspirasi bagi generasi yang baru untuk datang padaNya secara apa adanya dan be simple. Kami lebih menekankan pada hubungan kekeluargaan, pemuridan dan "be the church", dalam praktik gereja yang kami rintis di dalam Tuhan.

Kami sangat antusias membina hubungan dengan semua saudara seiman yang "care" (peduli) dengan menyelesaikan tugas Amanat Agung, terimakasih atas dukungannya, support melalui kata-kata motivasi dan share suka duka pelayanan di jalanan atau pun perihal keprihatinan kondisi gereja saat ini. Kami sadar kami tidak dapat berbuat apa-apa tanpa dukungan dari seluruh rekan saudara seiman di blog ini. God bless you, all.

Ps. Dave Broos
davebroos@yahoo.co.uk
081330135643
http://shaddowcross.blogspot.com

Tidak ada komentar: