Senin, 14 April 2008

ANTARA PROBLEMATIKA DAN STIGMATISASI ANAK JALANAN

Antara Problematika dan Stigmatisasi Anak Jalanan
Oleh: Sodiq Permana
PERKEMBANGAN sosial budaya Perkembangan sosial budaya,

politik, ekonomi, teknologi, serta pertumbuhan

penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak

langsung, telah mempengaruhi tatanan nilai dan budaya

suatu bangsa. Secara material arus pertumbuhan dan

perkembangan tersebut seolah-olah berjalan dengan

mulus dan menjadi kebanggaan suatu bangsa. Kenyatanan

sebenarnya telah terjadi kesenjangan yang sangat

mencolok. Disuatu sisi terdapat banyak bangunan megah

dan mewah tetapi disisi lain dalam kehidupan

masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang

sangat memprihatinkan yakni dengan munculnya kehidupan

anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan,

dikeramaian lalulintas yang tidak memperhatikan

keselamatan dirinya. Perbedaan yang sangat menonjol

pembangunan secara fisik tidak diimbangi dengan

pembangunan moral bangsa akan berakibat rusaknya

fundamen tatanan kehidupan di dalam masyarakat itu

sendiri. Pendidikan di lintas sektoral perlu

ditingkatkan guna mengangkat citra bangsa di dunia

Internasional bahwa kebangkitan suatu bangsa ditandai

dengan pedulinya masyarakat terhadap kehidupan anak

jalanan.

Jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan

pesat dalam beberapa tahun belakangan. Krisis ekonomi

yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap

peningkatan jumlah ini walaupun bukan satu-satunya

faktor pencipta anak-anak jalanan tetapi kondisi

ekonomi terus menerus memburuk dengan tingginya

tingkat inflasi sehingga menyebabkan daya tahan

komunitas masyarakat, terutama anak-anak menjadi

korban pergolakan kehidupan yang kejam. Anak yang

seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain dan

belajar, sekarang malah berada atau bahkan tinggal di

jalan, maka terbayangkah kehidupan yang mereka jalani?

Sepintas penglihatan kita ketika bertemu di jalanan,

kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan di perempatan

jalan misalnya, sudah mengandung beragam resiko

seperti rawan akan kecelakaan atau resiko terkena

penyakit akibat kerapkali menghirup racun-racun

kendaraan bermotor.

Menelusuri lebih jauh menyaksikan kehidupan malam

mereka di taman kota, pasar, gedung-gedung kosong,

emperan toko, mereka bisa terlelap tanpa alas. Bahaya

apa yang membayang-bayangi? Terlebih bila anak

perempuan juga dijumpai di sana? Beranjak lebih dalam

berintegrasi dengan mereka, akan kita ketahui

bagaimana pola hubungan antar mereka, dengan

orang-orang jalanan, dengan masyarakat umum, aparat

negara, Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia jalanan

adalah dunia yang penuh dengan kekerasan dan

eksploitasi. Pertarungan demi pertarungan selalu

berakhir dengan kekalahan tanpa ada kemenangan dari

pihak manapun. Namun ini terus saja berlangsung.

Seorang dewasa-pun belum tentu mampu mengarunginya

dengan baik. Apalagi bagi anak-anak! Sekarang

terbayangkah posisi mereka?

Anak jalanan adalah bagian dari warga bangsa untuk itu

perlu perlindungan, karena keberadaan anak-anak

tersebut bukan dari kemauannya akan tetapi disebabkan

oleh kondisi yang disebabkan kehidupan ekonomi orang

tuanya yang tidak cukup untuk kehidupan keluarganya,

sebagai jaminan kelangsungan hidupnya negara harus

membantu mengentaskan kemiskinan sesuai pada bunyi

pasal 34 menjelaskan bahwa "Fakir miskin dan anak-anak

yang terlantar dipelihara oleh Negara " serta

seperangkat kebijakan lain seperti Peraturan

Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan

Kesejahteraan Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4,

Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi dalam

prakteknya teori hanyalah teori tak akan ada perubahan

jika perangkat hukum tersebut tidak direalisasikan.

Contoh dari sektor pendidikan yang merupakan sektor

yang paling krusial, anak jalanan yang seharusnya

menghabiskan waktu mereka untuk belajar di sekolah

harus merasa "minder" melihat teman-teman sebaya

mereka pergi sekolah. Padahal pendidikan di usia

anak-anak merupakan kegiatan yang diharapkan oleh

semua orang tua, bangsa maupun negara sebagaimana

tercantum dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945

yang menjelaskan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak

mendapat pengajaran". Belum lagi masalah kekerasan

yang sering terjadi terhadap anak jalanan, terutama

anak perempuan yang rentan terhadap eksploitasi seperti

pelecehan sexual, pornografi, pemerkosaan, Porstitusi,

etc.

Tantangan terbesar dari upaya agar berbagai pihak

perduli dengan anak jalanan adalah Stigmatisasi.

Pandangan dominan masih memvonis Anak jalanan sebagai

"anak liar", "kotor" "biang keributan", dan "pelaku

kriminal". Adanya stigmatisasi ini tentu saja akan

melahirkan tindakan-tindakan yang penuh prasangka dan

cenderung akan mengesahkan jalan kekerasan di dalam

menghadapi anak jalanan. Seandainya-pun terjadi

berbagai bentuk kekerasan yang keji dan tidak

manusiawi atau sampai menghilangkan nyawa, peristiwa

tersebut belum tentu menjadi kegelisahan dan

menggelitik hati nurani publik. Atau bisa jadi ada

pihak yang justru mensyukuri dan menilai bahwa

peristiwa tersebut memang layak diterima oleh

anak-anak jalanan.

Perlunya penggalangan sosial swadaya pendidikan guna

menanggulangi perkembangan populasi kehidupan anak

jalanan yang kian hari makin bertambah. Dilingkungan

masyarakat ekonomi ke bawah pada umumnya melibatkan

anak-anaknya untuk hidup di jalanan kondisi ini sangat

memprihatinkan bila tidak diperhatikan nantinya banyak

menimbulkan permasalahan baru, karena anak jalan

seharusnya menjadi beban sosial khususnya bagi

pemerintah. Pandangan hidup dikemudian hari bagi anak

jalanan tidak jelas keberadaannya baik dalam segi

status sosial anak itu sendiri. Banyaknya komunitas dikelompok masyarakat mampu dan berpendidikan dan

kelompok selibritis kurang peduli dengan kehadiran

anak jalanan berpotensial rawan.

Usia anak adalah usia pendidikan dan usia belajar dan

bermain, perlunya kasih sayang dan perhatian dalam

kehidupannya, anak jalanan merupakan bagian dari

masyarakat atau warga negara juga mempunyai hak yang

sama dengan anak-anak lainnya, mereka anak jalanan

berhak mendapat hak atas pendidikan dan kesejahteraan

untuk hidup layak sebagai anggota masyarakat maka

janganlah sia-siakan mereka, mari kita bantu mereka

dengan segala upaya agar bangsa ini terlepas dari

cengkraman kebodohan dan kemiskinan.



Penulis: Pengurus LPP Lingkar Ilmiah Studi

Mahasiswa [LISMA UNTAN]. Mahasiswa Fak. Ekonomi UNTAN.

Tidak ada komentar: