Selasa, 28 Juni 2011

PRESS ON



Dear Friends,
Tak terasa tiga tahun sudah lewat di kota Bandung, melayani mereka yang selama ini merupakan kaum marginal dalam gereja pada umumnya. Melayani dan memuridkan mereka yang tak dianggap dalam masyarakat bahkan gereja. Banyak orang berpikir ini merupakan misi pelayanan bunuh diri. Di satu sisi ada orang-orang yang mengelu-elukan pelayanan kami dan rindu untuk belajar bersama tetapi di sisi lain banyak pula yang menganggap kami “gila”.
Selama tiga tahun kami melayani, sangat sedikit dukungan yang kami dapatkan, lebih banyak orang yang menjadi “penonton”. Mereka ingin melihat bagaimana kami dapat bertahan menjalankan visi Tuhan. Entah apakah ini bisa disebut lucu atau ironi? Semuanya tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Bila kita melihat pelayanan dari sudut “untung rugi” atau pelayanan sebagai sebuah “karier”, tentu apa yang kami kerjakan di kota Bandung merupakan hal yang bodoh atau misi bunuh diri. Sebab kami tidak mendapatkan keuntungan material apa-apa dari orang yang kami layani, bila pun ada jumlahnya tidak signifikan dan tak tentu. Dengan segala daya upaya kami coba menggali setiap talenta yang kami miliki untuk dapat menggali dana agar visi Tuhan ini dapat berjalan.
Kami melihat pelayanan kami dari sudut panggilan hidup kami sekeluarga, kami merasakan panggilan yang kuat untuk melayani kaum yang dimarginalkan. Sebagaimana sebuah pesan nubuat yang disampaikan oleh seorang hamba Tuhan sekitar 10 tahun lalu bagi kami, bahwa kami akan melayani sebagaimana Daud berada bersama pengikutnya di Gua Adulam (1 samuel 22:1-2, 2 samuel 23:8-39, 1 tawarikh 11:10-44). Para pecundang akan menjadi para pemenang! Setiap anak Tuhan memiliki otoritas yang berasal dari Nya, entah dari latar belakang apapun dia berasal. Sebab setiap anak Tuhan merupakan ciptaan baru di dalam Tuhan. Ketika bibit Kristus mulai bertumbuh dalam diri seorang anak Tuhan (ciptaan baru) maka akan menghasilkan buah Roh dari dalam diri orang tersebut. Karakter Kristus yang ia sembah akan nyata. Kami percaya setiap anak Tuhan tidak dipanggil untuk “sekedar beragama Kristen dan menjadi anggota sebuah gereja lokal agar dapat surat baptis, menikah dan lalu dikubur”. Kami percaya setiap anak Tuhan dipanggil untuk menjadi murid Kristus, anak-anak Tuhan yang merefleksikan Tuhan yang mereka sembah. Kami percaya setiap anak Tuhan memiliki panggilan Tuhan dalam KerajaanNya. Setiap anak Tuhan yang telah lahir baru memiliki missi di muka bumi ini.
Ada beberapa tawaran bagi kami sekeluarga untuk bergabung di gereja lokal tertentu untuk membantu pelayanan mereka. Namun sayangnya mereka lebih suka kami “hanya” membantu perkembangan pelayanan mereka dan meminta untuk “melupakan bahkan mengubur” visi yang Tuhan berikan bagi kami. Hingga kembali tantangan bagi kami adalah taat pada manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani kami pribadi atau taat pada Tuhan meski harus melangkah dengan iman, yang mungkin berarti suatu ketidakpastian secara finansial. Tiga tahun terakhir ini kami sungguh-sungguh belajar dalam arti sebenarnya, kesusahan sehari cukuplah sehari. Percaya bahwa Tuhan akan memelihara kami apa pun situasi dan kondisinya. Kami melihat bagaimana Tuhan “mengirimkan burung-burung gagak” untuk memelihara kami sebagaimana yang dialami Nabi Elia. Ada kalanya kami pun mengalami masa sebagaimana Nabi Elia, putus asa, takut, gentar….mau mundur karena kesepian di tengah pergumulan…mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan tetap melayani Tuhan dengan setia dan membantu kesulitan orang-orang yang kami layani baik secara rohani maupun jasmani. Kami belajar bagaimana harus berbagi bukan dari kelebihan atau kelimpahan, tetapi berbagi dari kekurangan. Dan kami berbahagia telah diizinkan Tuhan untuk melalui ini semua. Kami dapat mengerti apa yang Rasul Paulus katakan,”Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”(Filipi 4:12-13)
Tiga tahun ini kami merasakan bagaimana kami diuji, kami ini mengiring Tuhan Yesus atau Mamon. Ternyata pada era ini sangat tipis antara kehidupan pengikut Kristus dengan pengikut Mamon. Beberapa temanku menyatakan,”Dave, kau memiliki karunia untuk hidup miskin. Kalau kami tak punya karunia itu.” Aku kadang bertanya-tanya, apakah benar ada karunia hidup miskin? Siapa sih mau miskin? Apakah aku mau hidup miskin? Tentu tidak, tetapi aku siap melaluinya bila memang itu harus kutempuh bersama keluargaku untuk kemuliaan Tuhan. Mau diakui atau tidak, kekayaan tidak bisa membeli kebahagiaan, kesetiaan dan kasih sayang dalam keluarga.
Di dalam kekurangan kami dapat melihat campur tangan Tuhan bagi kami untuk menggenapi visi yang Ia berikan. Kami dapat melihat bagaimana ide-ide baik kami runtuh dan gagal, lalu bagaimana selanjutnya pintu-pintu yang selama ini tertutup dan tak pernah terpikirkan terbuka. Kalau mau diukur kesuksesan pencapaian pelayanan yang kami kerjakan dari “kacamata” pelayanan masa kini tentulah pelayanan kami tidak signifikan. Ketika pelayanan lain membangun “kerajaan”, kami membangun pelayanan underground; ketika yang lain berupaya mempersuasi orang kristen lainnya untuk menjadi anggota gereja atau persekutuannya, kami mendorong agar setiap anak Tuhan bertumbuh dalam Kristus dan menjadi muridNya entah mereka mau bersama kami atau gereja/persekutuan yang lain…kami melihat organisasi gereja atau persekutuan lainnya sebagai saudara dan anggota tubuh Kristus, saudara seiman/tubuh Kristus tidak bersaing satu dengan yang lain; ketika yang lain coba mengumpulkan donasi sebanyaknya untuk membeli aset dan lain sebagainya, kami memilih untuk berbagi dengan pelayanan lain dan membantu saudara seiman yang tengah dalam kesulitan atau musibah. Apakah kami “sok suci dan sosial”, tidak…..kami hanya ingin hidup bergereja yang simple (sederhana) sebagai murid Kristus. Kami rindu melihat tidak ada lagi tembok diantara “organisasi gereja maupun pelayanan”, sebab kita ini satu di dalam Tuhan dan merupakan anggota tubuh Kristus. Kami tidak ingin menjadikan hal tersebut slogan tetapi mulai coba menghidupinya dalam keseharian kami. Apa artinya kita menyatakan dan bahkan mengajarkan hal yang benar tetapi tidak pernah menghidupinya…..kita harus berhenti hidup dalam kemunafikan.
Sekali lagi kami menghadapi tantangan besar di depan kami, sanggupkah kami melaluinya atau gagal? Kalau melihat dan merefleksi kesetiaan Tuhan selama ini, kami percaya bahwa Tuhan sanggup membuka jalan bagi kami. Namun bila melihat kondisi yang ada, kami merasa seolah para murid yang tengah menaiki perahu dan lalu topan badai datang menghadang hingga perahu pun hendak karam…Tuhan Yesus ada bersama mereka..tapi karena IA tidur….para murid pun mulai kuatir dan histeris. Mereka menjadi ketakutan tenggelam…hingga Tuhan bangun dan menghardik badai hingga tenang kembali. Sebelumnya Tuhan telah menyatakan bahwa mereka “akan sampai ke seberang”. Apa pun yan terjadi bila Tuhan sudah berfirman, maka kami “akan sampai ke seberang”. Rasanya kami memasuki fase tersebut, tetapi kami mau coba untuk tetap beriman..percaya padaNYA. Meski harus diakui dari sisi manusia kami tetap merasa ngeri. Dalam masa-masa ini, kami sering juga mengalami rasa kesepian. Bila kami ingat-ingat dulu saat saya masih menggembalakan jemaat, begitu banyak kawan rekan sejawat atau saudara seiman yang “seolah” merupakan sahabat sejati. Namun kala kami memilih untuk pergi dan melayani kaum marginal, kami tiba-tiba merasa kehilangan teman-teman dan saudara-saudara seiman. Saya tersadar memang suatu yang natural rupanya baik di kalangan sekuler bahkan di dunia “rohani” ternyata manusia masih memandang muka, harta dan jabatan seseorang.
Ada kalanya saya merasa hendak mundur saja dari pelayanan ini, sebab sedikit sekali rekan atau saudara seiman yang ada bersama kami untuk mendoakan dan mendukung kami. Kala saya mulai putus asa, tiba-tiba Tuhan mengingatkan saya kala IA sendiri datang ke dunia dalam rupa manusia. IA pun berasal dari keluarga kaum marginal, lahir di kandang domba…baby box-nya adalah tempat makan domba…pernah jadi pengungsi di Mesir selama Raja Herodes berkuasa, harus menjadi tulangpunggung keluarga setelah “ayah duniawi” Yusuf meninggal, diremehkan para Ahli Taurat dan golongannya sebab IA bukanlah golongan mereka..Tuhan Yesus hanyalah tukang kayu, IA disebut sahabat orang berdosa, murid-muridNYA rata-rata orang biasa dan berpendidikan rendah…tidak ada satu badan keagamaan saat itu yang memberikan donasi padaNYA malah mereka hendak menjebak dan membunuh DIA, Tuhan Yesus didukung dan mendapatkan donasi dari teman-temanNYA……Kalau Tuhan Yesus yang saya sembah pun harus melalui jalan terjal itu, siapakah kami..siapakah saya….doa saya,”Tuhan tolong kuatkan kaki dan iman hambaMU ini yang mulai goyah agar disegarkan kembali dan roh hambaMU ini tetap menyala-nyala melayaniMU. AMIEN”.
Dave Broos
Pastor of the Outcast (Ordained Minister of United Christian Faith Ministries)
Email: davebroos@yahoo.co.uk
Mobile phone: 081330135643

Tidak ada komentar: